CALEG GOLKAR

Pembangunan Kampung Lalang Ditenggat 90 Hari

Gedung DPRD Medan /net

MEDAN (medanbicara.com)-Rapat Dengar Pendapat (RDP) permasalahan Pasar Kampung Lalang di ruang Badan Anggaran DPRD Medan, Selasa (12/12) belum menemui titik terang. Sebab, pedagang merasa dirugikan dengan poin putusan yang dikeluarkan pada RDP.

Ketua Persatuan Pedagang Pasar Kampung Lalang, Erwina Pinem mengatakan, pihaknya merasa dirugikan dengan putusan RDP. Sebab, dinilai tidak sesuai dengan harapan dari pedagang.

“Sebenarnya ini tidak memuaskan, bagi pedagang.Karena, pemborongnya tidak ada niat baik. Diperpanjang lagi waktu 3 bulan, ini jelas menambah waktu kami jadi pengangguran. Kami yang dirugikan dalam hal ini,”ujarnya.

Ia mengaku heran, kenapa pihak DPRD, Dinas Perkim, PD Pasar memberi waktu tambahan pada pemborong PT Budi Mangun KSO. Menurutnya, sudah jelas kinerja dari pemborong tidak baik, namun kontraknya masih perpanjangan.

“Janji PHP ini, karena sudah jelas wanprestasi. Harapan kami ini pemborongnya diputus, diganti sama yang baru. Yang bisa membangun komunikasi baik dengan pedagang, yang bisa bekerja cepat sesuai target,”ungkapnya.

Ia pun pesismis dengan tambahan waktu 90 hari yang diputuskan. Menurutnya, jika pemborongnya tetap sama, maka pengerjaan akan semakin lama. Hal ini pun semakin merugikan Pedagang Pasar Kampung Lalang.

Anggota DPRD Medan, Godfrid mengatakan, dalam kesepakatan di RDP jelas poin-poin yang harus diikuti pemborong, bahwa 90 hari penambahan dengan evaluasi setiap bulannya. Jika setiap bulan tak sampai target 30 persen, maka akan diputus kontrak secara sepihak.

“Sampai sekarang belum ada apa-apa. Pada 24 Desember ini mereka habis kontrak. Ini diperpanjang 90 hari, tapi itu ada denda 1 per mil per hari. Jadi nanti ada denda 90 mil per hari, itu hitungannya per seribu kali nilai kontrak. Sekarang hitungan kontrak Rp 28 miliar, artinya Rp 28 juta per hari lah dendanya,”katanya.

Sebelumnya, diterangkan Godfrid, pada anggaran 2017, sudah dikeluarkan anggaran Rp 26 miliar dan uang muka diberikan pada pemborong senilai Rp 5,2 miliar. Karena pembangunan tidak selesai, sisanya Rp 21 miliar menjadi Silpa.

Pada anggaran 2018, ditambah lagi sebesar Rp 23 miliar, ditambah Rp 5,2 miliar pada uang muka, maka ditotal menjadi Rp 28 miliar.

“Makanya, apabila mereka mangkir, 30 hari saja mereka tidak ada perkembangan, maka diputus sepihak. Putus kontrak, kita ralat lagi. Nanti baru kita serahkan ke pihak lain. Satu bulan pertama 30 persen, bulan kedua 60 persen. Kalau siap hanya 10 persen, maka itu yang dibayar ke pemborong, tapi kontrak langsung diputus,”pungkasnya. (eko fitri)

Mungkin Anda juga menyukai