CALEG GOLKAR

KASN Cium Praktik Balas Jasa dan Dendam Menimpa PNS Usai Pilkada

Foto:detikcom

Padang – PNS menghadapi dilema saat Pilkada berlangsung. Jika mendukung pasangan calon, maka dianggap tak netral dan terancam diberhentikan. Tapi tak mendukung, posisinya terancam setelah Pilkada. Bagaimana sikap Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)?

KASN sebagai lembaga penegak etik dan perilaku aparatur sipil negara yang baru dibentuk September 2014 menyebut hal itu sebagai praktik ‘balas jasa’ dan ‘balas dendam’ yang menimpa PNS oleh kepala daerah.

“Ada dua program, pertama program balas jasa. Mereka yang sebelum Pilkada masuk calon anggota kabinet (mendukung calon), satu lagi program balas dendam, biasanya dilakukan kepada mereka yang dianggap netral tak memihak ke mana-mana atau terang-terangan memihak calon. Ini memporak-porandakan aparatur sipil  negara," ucap wakil ketua KASN Irham Dilmy.

Hal itu disampaikan dalam rapat koordinasi yang digelar Bawaslu di Hotel Bumi Minang, Jalan Gereja,  Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (14/9/2015). Hadir juga berbicara perwakilan Bawaslu dan DKPP.

"Jadi ada contoh, suami isteri kerja di Pemda.  Suami eselon III, isteri eselon IV. Karena tak memihak bupati (saat Pilkada), dipisahkan jadi guru SMA yang satu kota dengan kota lain 200 Km. Ini program balas dendam," lanjutnya mencontohkan.

Irham menjelaskan, biasanya dalih para kepala daerah pasca Pilkada adalah memutasi untuk program 'balas jasa' dan 'balas dendam' tadi. Padahal, PNS wajib netral dalam Pilkada sebagaimana UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

"Saya pahami tidak mudah netral karena godaan begitu besar, sekarang eselon III nanti jadi kepala dinas," terang Irham.

"Ada 175 orang dimutasi begitu saja tanpa latar belakang, assement, standar kompetensi jabatan yang tak dilihat, dan ini program balas budi dan balas dendam. Sehingga kita harus teliti keseluruhan, dan kita perjuangkan kembalikan posisinya," ujarnya.

Oleh karena itu, dengan kewenangannya KASN bisa mengembalikan hak-hak PNS yang diperlakukan kepala daerah karena balas dendam. Rekomendasi ini mengikat dan wajib dilaksanakan, jika tak dilaksanakan  maka kepala daerah atau pejabat berwenang bisa kena sanksi.

"Rekomendasi mengembalikan itu rumit juga karena posisi sebelumnya sudah diisi orang lain, sehingga dia harus pindah juga. Sehingga harus ada satu jalan alternatif yang menguntungkan semua pihak," tuturnya.

Guna mengantisipasi hal itu, KASN sudah menjalin kerjasama dengan Bawaslu dalam Pilkada 2015.  Ketidaknetralan PNS menjadi kewenangan KASN untuk menindak mulai sanksi ringan hingga pemberhentian, dan Bawaslu menindak calon kepala daerah jika terbukti melibatkan PNS.

"Mereka harusnya perekat bangsa, siapapun gubernur, bupati, walikotanya harusnya mereka tetap bekerja dengan  baik. Tapi namanya manusia sulit, diming-imingi sampai diminta tolong, apalagi masih sodara. Di daerah itu everybody brothers and sisters. Nggak enak masa nggak bantu, istilahnya 'wong kito galo'," paparnya.

"Inilah yang membuat repot menyelenggarakan asas netralitas," imbuh Irham.(dtc)

Mungkin Anda juga menyukai