CALEG GOLKAR

MK, KPK, MPR dan Rektor USU Deklarasi Anti Korupsi

Rektor USU, Prof Runtung Sitepu saat temu pers sebelum acara festival konstitusi dan anti korupsi digelar di auditorium USU, Selasa (15/5). Turut hadir pada acara itu, Ketua KPK, Agus Raharjo, Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, Bidang Pengkajian MPR, Bambang Sadono.

MEDAN (medanbicara.com)-Universitas Sumatera Utara (USU) menjadi tuan rumah penyelenggara festival konstitusi dan anti korupsi tahun 2018 di Auditorium USU, Selasa (15/5). Tahun ini, merupakan tahun ketiga digelarnya festival konstitusi dan anti korupsi oleh Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Majelis Permusyaratan Rakyat dan universitas.

Selain pameran konstitusi dan anti korupsi, dalam acara festival konstitusi dan anti korupsi itu digelar talkshow bertema “Mengawal Demokrasi Konstitusi, Melawan Korupsi” yang menghadirkan nara sumber Ketua KPK, Agus Raharjo; Ketua MK, Anwar Usman, BidanG Pengkajian MPR, Bambang Sadono dan Rektor USU, Runtung Sitepu. Sebelum talkshow digelar, keempat narasumber tersebut menandatangani dan mendeklarasikan komitmen bersama anti korupsi.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman dalam paparannya mengatakan, selama ini MK mencatat, tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap konstitusi atau undang-undang di Indonesia terus meningkat. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya masyarakat yang mengajukan uji materi di MK.

Meskipun tidak merinci berapa jumlah masyarakat yang telah mengajukan uji materi terhadap produk-produk hukum yang telah diterbitkan. Menurut dia, peningkatan jumlah pengajuan ini menandakan bahwa masyarakat telah sadar dan paham mengenai undang-undang.

Secara kualitas juga meningkat. Dia melihat, akhir-akhir ini masyarakat yang mengajukan uji materi di MK sering menyoroti pasal-pasal tertentu yang dinilai tidak sejalan dengan UUD.

"Argumen-argumen yang mereka berikan juga makin berkualitas. Pemahaman dan kesadaran masyarakat yang tinggi itu sangat penting agar masyarakat bisa sama-sama mengawal konstitusi demi mewujudkan kehidupan yang berkeadilan,”katanya.

Terkait tentang penegakan tindakan korupsi menurut dia, seluruh aparat penegak hukum memiliki kepentingan dan tanggung jawab untuk bersama-sama dalam memberantas korupsi. Untuk itu, diperlukan roadmap kerja sama antar lembaga penegak hukum, termasuk akademisi agar pemberantasan korupsi lebih komprehensif..

“Dengan wilayah Indonesia yang sangat luas, sungguh dirasa tak adil jika upaya pemberantasan korupsi hanya dibebankan kepada KPK. KPK juga memiliki kekurangan, baik secara struktur maupun personil. Jika korupsi masih merajalela, maka salah satu cita-cita dalam konstitusi, yakni memajukan dan menyejahterakan masyarakat bakal sulit tercapai,”ujarnya.

Untuk itu lanjutnya, diperlukan kegiatan seperti festival konstitusi dan anti korupsi ini ke kampus-kampus, karena mahasiswa dan anak-anak muda merupakan generasi penerus bangsa yang akan mempertahankan NKRI. Kegiatan ini merupakan wujud kepedulian MK, KPK dan MPR sebagai upaya untuk mencegah tindakan kejahatan korupsi, agar terwujud kesejahteraan sosial masyarakat.

“Menciptakan budaya anti korupsi berarti menegakkan konstitusi,”ucapnya.

Rektor USU, Prof Runtung Sitepu mengapresiasi kegiatan tersebut dan bangga menjadi universitas yang ketiga diselenggarakannya festival konstitusi dan anti korupsi. Dari kegiatan ini diharapkan, mahasiswa mendapat pemahaman sejak dini mengenal bagaimana mengawal konstitusi untuk mencapai tujuan negara yakni, anti korupsi.

“Di USU sendiri, kita ada mata kuliah pendidikan agama di setiap fakultas. Karena, pendidikan agama dasar untuk membentengi dirinya sebagai manusia yang memiliki mental yang baik dan jauh dari sifat korupsi,”katanya.

Namun, dia menyayangkan sedikitnya calon pemimpin yang muncul mencalonkan diri sebagai pemimpin bangsa. Padahal, di Indonesia banyak orang-orang yang berkualitas, khususnya dari kalangan kampus. Hal itu menurutnya dikarenakan, ada aturan yang membatasi masyarakat sipil untuk maju sebagai calon pemimpin.

"Kalau mau ikut politik harus masuk partai dulu. Sementara merintis di partai pasti harus jadi anak bawang dulu. Kalau orang baik-baik dan berkualitas, mana mau. Karenanya, sekarang partai-partai kekurangan orang-orang baik dan berkualitas. Apalagi, sejumlah partai masih mendukung calon bermasalah. Saya jamin 60% mahasiswa ini ujung-ujungnya berlomba mau jadi PNS. Itu pilihan rasional. Mana tertarik mereka berpolitik, karena kalau masuk partai harus jadi anak bawang. Sedangkan kalau jalur independen masih belum menjanjikan," kata Runtung.

Pemerintah kata Runtung, harus memikirkan solusi terkait hal tersebut. Misalnya, dengan mengubah aturan yang sudah ada. “Lihat saja, TNI atau PNS misalnya. Kalau mau maju harus mengundurkan diri. Iya kalau menang. Kalau tidak, kan susah juga. Harusnya, jangan ada aturan seperti itu. Itu seperti menutup akses. Ya, setidaknya dipikirkan supaya aturan itu dirubah,”ujarnya. (eko fitri)

Mungkin Anda juga menyukai