CALEG GOLKAR

Ini Akhir Tragis Karir Politik Calon Walikota Medan Yang Kalah Ramadhan Pohan, Dihukum MA 3 Tahun Penjara…

Ramdhan Pohan (dtc)

JAKARTA (medanbicara.com)- Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi politikus Partai Demokrat (PD), Ramadhan Pohan. Alhasil, calon Wali Kota Medan yang kalah itu itu dihukum 3 tahun penjara karena menipu.

Kasus bermula saat Ramadhan Pohan mau mencalonkan diri sebagai Wali Kota Medan untuk periode 2016. Untuk menunjang biaya kampanye, Ramadhan Pohan pinjam uang ke RH Simanjutak dan Hendru Sianipar miliaran rupiah.

Pinjam meminjam itu berbuntut panjang karena Ramadhan Pohan melunasi utang dengan cek kosong. Ramadhan akhirnya diadili di PN Medan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Pada 27 Oktober 2017, PN Medan menjatuhkan hukuman 15 bulan penjara kepada Ramadhan Pohan. Hukuman itu diperberat menjadi 3 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi (PT) Medan pada 5 April 2018.

Atas vonis itu, jaksa dan terdakwa sama-sama kasasi. Lalu?

“JPU NO (Niet Ontvankelijke Verklaard/tidak dapat diterima-red), Terdakwa tolak,” demikian dilansir website MA sebagaimana dikutip detikcom, Minggu (20/1/2019).

Perkara nomor 1014 K/PID/2018 diadili oleh ketua majelis Andi Abu Ayyub Saleh dengan anggota Wahidin dan Margono.

Karier politikus Partai Demokrat (PD), Ramadhan Pohan, berakhir tragis. Sempat menikmati manisnya kursi DPR 2004-2009, ia akhirnya harus berurusan duduk di kursi pesakitan. Ini jejaknya yang dirangkum:

2004-2009
Anggota DPR RI dari Partai Demokrat.

2015
Ramadhan Pohan ikut bursa Pilwalkot Medan 2016-2021. Guna kepentingan itu, Ramadhan Pohan mencari pinjaman utang.

September 2015
Bertempat di Posko Pemenangan Ramadhan Pohan dan di beberapa tempat di Medan, ia berutang uang ke Rotua Hotnida Simanjuntak dan Laurenz Henry Sianipar. Awalnya, Ramadhan meminjam uang Rp 3 miliar kepada Rotua.

“Inang saya hanya perlu uang dalam waktu sebentar saja karena uang tersebut akan digunakan secepatnya karena tidak sempat lagi menunggu kiriman dari Pak SBY dan dari beberapa jenderal di Jakarta dengan total kiriman uang tersebut Rp 23 miliar,” demikian bunyi dakwaan jaksa di kasus Ramadhan Pohan.

“Inang saya akan memberikan imbalan 3 persen dari jumlah uang yang inang serahkan. Inang, saya akan memberikan jaminan berupa surat rumah tetapi menunggu istri saya datang dari Jakarta,” sambung Ramadhan.

Ramadhan Pohan juga mengatakan sebenarnya uangnya banyak, cuma belum cair. Rumahnya di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, seharga Rp 30 miliar, tetapi baru ditawar Rp 15 miliar.

14 September 2015
Rotua tergerak atas bujukan itu dan menyerahkan Rp 200 juta kepada Ramadhan Pohan.

15 September 2015
Ramadhan Pohan menelepon Rotua meminta utangnya digenapi menjadi Rp 500 juta. Rotua mengiyakan dan menyerahkan uang itu.

16 September 2015
Ramadhan Pohan kembali berutang ke Rotua agar digenapi menjadi Rp 1 miliar dan diamini Rotua.

5 Oktober 2015
Ramadhan Pohan kembali berutang dan meminta tambahan Rp 1,5 miliar. Alasannya, kiriman dari Jakarta untuk biaya operasional pencalonan dirinya menjadi Wali Kota Medan belum dikirim. Rotua hanya sanggup menstransfer Rp 600 juta.

Setelah itu, Ramadhan Pohan terus berutang berkali-kali sebanyak 18 kali, sehingga total utangnya mencapai Rp 10,8 miliar.

6 Desember 2015
Ramadhan Pohan membayar utang itu dengan lembaran cek. Keesokan harinya, Ramadhan Pohan kembali meminta utang.

“Tolonglah inang, uang tersebut masih kurang dan tanggung, seharusnya harus ada Rp 6 miliar untuk membayar utang-utang yang sudah kami janjikan kepada tim sukses saya yang sudah banyak berada di posko menagih uang yang saya janjikan. Jika tidak ada uang itu, besok tidak ada yang menjaga TPS saya, sudah sangat tanggung inang, tolonglah pasti saya bayar,” kata Ramadhan.

Ramadhan Pohan lalu membeberkan asetnya untuk meyakinkan Rotua. Yaitu:

1. Rumah di Jalan Cengkir No 11 seharga paling sedikit Rp 10 miliar.
2. Rumah di Komplek Bilimun Pondok Kelapa Jakarta harganya hampir Rp 20 miliar.
3. Rumah di Jalan Pemuda No 34 Pulo Gadung harganya Rp 40 miliar.

“Dan kalau tidak percaya lihatlah harta kekayaan saya di KPU Medan mencapai Rp 13,2 miliar,” bujuk Ramadhan.

“Kamu kan sudah pernah bilang bahwa kamu akan mendapat sumbangan dari SBY dan beberapa Jenderal,” kata Rotua.

“Belum dikasih inang, kalaupun itu tidak dikasih, rumah sayalah yang saya jual,” ujar Ramadhan.

“Uang saya sudah habis saya berikan kepada kamu,” jawab Rotua.

Rotua lalu memanggil anaknya, Laurenz, untuk membantu Ramadhan Pohan.

“Tidak mungkin saya menipu kamu, saya kan calon wali kota, dan harta kekayaan saya yang terdata di KPU mencapai Rp 14 miliar,” kata Ramadhan Pohan meyakinkan Laurenz.

Laurenz menyanggupi dan memberi utang Rp 4,5 miliar. Ramadhan kemudian memberikan cek sebagai jaminan.

15 Januari 2016
Rotua melakukan pencairan/kliring cek tapi ditolak bank dengan alasan saldo rekening giro atau rekening giro khusus tidak cukup.

12 Februari 2016
Laurenz melakukan pencairan cek, juga gagal. Total uang di rekening hanya Rp 10 miliar. Akhirnya Ramadhan masuk Daftar Hitam Nasional Bank Indonesia.

Karena tak kunjung dibayar, Rotua dan Laurenz mempolisikan Ramadhan Pohan. Mantan wartawan itu akhirnya duduk di kursi pesakitan.

7 September 2017
Jaksa menuntut Ramadhan Pohan selama 3 tahun penjara karena melakukan penipuan.

27 Oktober 2017
PN Medan menjatuhkan hukuman 15 bulan penjara kepada Ramadhan Pohan.

5 April 2018
“Mengubah putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 27 Oktober 2017 Nomor 4220/Pid.B/2016/PN Mdn, sekedar mengenai pidana yang dijatuhkan, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut. Menyatakan terdakwa Drs Ramadhan Pohan, Mis, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan beberapa penipuan. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Drs Ramadhan Pohan, Mis, dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun,” putus majelis banding PT Medan.

Jaksa dan Ramadhan Pohan mengajukan kasasi atas vonis itu.

Desember 2018
MA menolak permohonan kasasi itu.

"JPU NO (niet ontvankelijke verklaard/tidak dapat diterima, red), Terdakwa tolak," demikian lansir website MA sebagaimana dikutip detikcom, Minggu (20/1/2019).

Perkara nomor 1014 K/PID/2018 diadili oleh ketua majelis Andi Abu Ayyub Saleh dengan anggota Wahidin dan Margono.

Januari 2018
MA mempublikasikan putusan itu. (dtc)

Mungkin Anda juga menyukai