CALEG GOLKAR

Perusahaan Industri Perkebunan Sepakat Hapus Pekerja Anak

Direktur Ekskutif PKPA, Keumala Dewi, Kepala Sekretaris Komisi ISPO, Aziz Hidayat, mewakili ICCO Cooperation, Kiswara Prihandini, mewakili PT Sinar Mas, Boyce AW dan Kepala Dinas Tenaga Kerja Sumut, Frans Bangun dan Misran Lubis dari PKPA saat menggelar temu pers di Grand Mercure, Sabtu (12/5)

MEDAN (medanbicara.com)-Panitia Koalisi yang terdiri dari Lembaga Lokal (Yayasan Pusat Kajian Perlindungan Anak), Lembaga Internasional (CEA-ICCO Cooperation) dan Sektor Bisnis (PT Sinar Mas/GAR) sepakat ingin menghapuskan pekerja anak dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk di perusahaan industri perkebunan. Hal ini sebagai upaya untuk mencegah dan melindungi hak-hak anak.

“Kesepakatan itu merupakan hasil workshop nasional dan regional stakeholder meeting yang diselenggarakan bersama panitia koalisi selama tiga hari yakni, 10 sampai 12 Mei 2018 di Hotel Grand Mercure, jalan Perintis Kemerdekaan, Medan,” sebut Direktur Ekskutif PKPA, Keumala Dewi saat temu pers dengan wartawan, Sabtu (12/5).

Turut hadir pada temu pers tersebut, Kepala Sekretaris Komisi ISPO, Aziz Hidayat, mewakili ICCO Cooperation, Kiswara Prihandini, mewakili PT Sinar Mas, Boyce AW dan Kepala Dinas Tenaga Kerja Sumut, Frans Bangun dan Misran Lubis dari PKPA.

Dikatakan Keumala, sebelumnya pihaknya telah melakukan pemetaan  di 12 perusahaan industri perkebunan di Deli Serdang dan Langkat. Dari pemetaan yang dilakukan, perusahaan-perusahaan tersebut menyatakan sudah membuat langkah-langkah agar anak tidak lagi dipekerjakan. Namun, yang belum dapat dipastikan adalah menyediakan fasilitas bagi anak-anak yang di bawa orangtuanya saat bekerja.

“Kita ingin ada sinergitas yang baik antara perusahaan dan lembaga-lembaga lokal. Karena, kita memang perlu ada strategi bersama untuk mengurangi pekerja anak, untuk perlindungan anak menuju kesejahteraan anak,”ujarnya.

Kepala Sekretaris Komisi ISPO, Aziz Hidayat menyebutkan, untuk pertama kalinya, sistem sertifikasi terhadap sawit dibuat di Indonesia. Jadi, jika masih ditemukan ada eksploitasi anak di perusahaan-perusahaan industri, maka bisa dilaporkan ke ISPO dan ISPO akan menunda sertifikasinya hingga masalah pekerja anak diselesaikan.

“Usia sertifikasi perusahaan itu 5 tahun dan setiap tahun kita melakukan survey. Jadi, jika ada ditemukan penyimpangan, kita akan memberikan peringatan. Kalaupun masih bandel, kita akan cabut sertifikatnya. Jadi, kita tidak main-main untuk melindungi hak anak,”ucapnya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja Sumut, Frans Bangun mengapresiasi kegiatan workshop yang digelar panitia koalisi sebagai upaya perlindungan anak dari bentuk pekerjaan terbutuk. Hal itu sesuai dengan UU nomor 13 tahun 2013 tentang ketenagakerjaan.

“Ada 10 pasal yang mengatur tentang perlindungan kerja, termasuk didalamnya pekerja anak. Tidak menutup kemungkinan masih banyak anak-anak yang kerja. Kebanyakan bekerja borongan, semakin banyak borongannya maka semakin banyak upah yang didapat. Tapi, mereka tidak ada hubungan kerja dengan perusahaan. Kebanyakan anak-anak yang bekerja dibawa orangtuanya. Nah, inilah diperlukan komitmen antara perusahaan, lembagalokal, nasional dan pemerintah,”katanya.

Dia menyebutkan, tahun 2013-2016 ada sekitar 1.500 pekerja anak yang ditarik dan diberikan pelatihan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan anak kedepannya.

“Itu sebagai upaya untuk menghapuskan pekerja anak pada tahun 2025. Tapi, itukan tahun 2013 sampai 2016. Tahun 2018 ini tidak ada anggarannya. Makanya, kita butuh komitmen dari lembaga lokal, nasional dan perusahaan,”ujarnya. (eko fitri)

Mungkin Anda juga menyukai