CALEG GOLKAR

Menanti Janji Edy Rahmayadi

ADA spanduk latar cukup besar terpampang berada di belakang mimbar. Ada tiga kata menarik dalam bahasa Inggris tercantum di dalamnya. Sinergi, persatuan, integritas. Rupanya hal itu menjadi moto Kongres Luar Biasa PSSI 2016 lalu.

Ketua baru sudah terpilih. Yakni Letjend TNI Edy Rahmayadi. Bersama wakil Joko Driyono dan Iwan Budianto, mereka diharapkan menyelesaikan segudang permasalahan menyelimuti sepakbola Indonesia.

Usai kongres, Edy sudah menentukan target. Beberapa kompetisi skala regional dan internasional tak lama lagi menyapa. Di antaranya Piala Federasi Sepakbola ASEAN pada November tahun ini, disusul SEA Games 2017, Asian Games 2018, dan pra Olimpiade 2022 dan 2024.

"Pada 2024 itu U-23 yang harus main Olimpiade. Mungkin masih sulit sekali pemain-pemain kita saat ini. Tapi Insya Allah 2022 ada pra-Olimpiade kita sudah bisa berkiprah," kata Edy Rahmayadi kepada awak media usai pemilihan Ketua Umum PSSI, di Hotel Mercure, Jakarta Utara, Kamis (10/11) lalu.

Soal profesionalisme Edy juga sempat dipertanyakan. Sebab dia mengaku tidak berniat hengkang dari TNI.

"Saya akan berusaha membagi waktu secara proporsional supaya efektif memimpin PSSI," ujar perwira tinggi yang kini menjabat sebagai Pangkostrad.

Soal pelaksanaan liga paling ditunggu-tunggu, Edy berjanji awal 2017 sudah bisa bergulir. Namun dengan beberapa catatan. Utamanya soal dualisme kepengurusan klub seperti Persebaya mesti dituntaskan terlebih dulu.

"Itu prioritas kami. Saya maunya 1 Januari semua sudah selesai," tambah Edy.

Dia juga menjamin kepengurusannya tidak bakal direpotkan dengan kepentingan kelompok atau politik. Sebab, dampaknya dari konflik kepentingan itu sudah dirasakan banyak pihak.

Wakil Ketua PSSI, Joko Driyono, menyatakan mereka bakal bekerja keras mengejar ketertinggalan. Baik dari sisi pembibitan, pembinaan, hingga kompetisi.

"Kita bekerja saja karena ketinggalannya cukup jauh. Mungkin 24 jam sehari tak cukup. Harus disusun prioritas dan disinergikan," kata Joko.

Usai kongres, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrowi menitipkan pesan kepada Edy dan sejawatnya. Dia meminta pengurus baru mesti serius mengelola PSSI. Sebab masyarakat, pemerintah, dan para pemangku kepentingan berharap besar bagi percepatan reformasi PSSI.

"Jika tidak, tidak tertutup kemungkinan publik hanya akan membully pengurus baru jika tanpa visi, misi dan target yang jelas," tulis Imam dalam keterangan pers.

Imam juga menyinggung soal pengaturan pertandingan. Dia meminta Edy tidak segan menghukum keras supaya pelakunya jera.

Bahkan, Imam menyarankan supaya PSSI tidak lagi mengesampingkan suporter. Dia tidak mau urusan pendukung hanya diserahkan kepada klub dan PSSI lepas tangan.

"PSSI harus mulai memikirkan pola kepemilikan saham suporter pada klub, supaya mereka lebih punya sense of belonging dan tidak mudah bertindak anarkhis," lanjut Imam.

Edy juga diminta tidak menempatkan PSSI dan pemerintah sebagai pihak berseberangan. Sebab meski menjalankan aturan FIFA, mereka juga tunduk kepada hukum Indonesia. Termasuk soal pembibitan dan pembinaan pesepakbola usia muda. Imam meminta PSSI jangan hanya fokus mengurus liga dan skuad senior.

Soal keterbukaan pengelolaan keuangan juga menjadi tugas utama Edy dan kawan-kawan. Sebab sebagai badan publik, tidak masanya lagi PSSI sembunyi-sembunyi soal duit.

Diisi wajah lama

Pengurus PSSI bukan cuma Ketua, Wakil Ketua, hingga Sekretaris Jenderal. Ada sebuah struktur bernama Komite Eksekutif (Exco) dengan posisi cukup penting. Keputusan apapun diambil ketua dan sejawatnya tidak bakal lolos kalau tak direstui mereka. Dalam kongres kemarin, terpilih 12 anggota Komite Eksekutif.

Mereka adalah Hidayat, Yunus Nusi, Condro Kirono, Gusti Randa, Pieter Tanuri, Juni Ardianto Rachman, A.S. Sukawijaya, Johar Lin Eng, Refrizal, Dirk Soplanit, Verry Mulyadi, dan Papat Yunisal. Di antara mereka ternyata ada yang berlatar anggota partai politik. Dikhawatirkan bakal terjadi konflik kepentingan dalam kepengurusan.

Mereka yang berlatar politik adalah Yunus Nusi (Ketua Asosiasi Provinsi/Asprov PSSI Kaltim 2013-2017, sekaligus anggota DPD Partai Golkar Kaltim), Gusti Randa (Ketua Aprov PSSI DKI Jakarta dan kader Partai Hanura), serta Refrizal (Anggota Komisi XI DPR-RI fraksi Partai Keadilan Sejahtera). Refrizal pernah mengurus Semen Padang FC dan PSP Padang, serta menjadi anggota tim sepakbola DPR-RI.

Sedangkan Pieter Tanuri berlatar pengusaha. Dia adalah Presiden Direktur PT Multistrada Arah Sarana Tbk, perusahaan ban merek Achilles dan Corsa. Dengan modal itu dia membeli klub sepakbola Putra Samarinda dan diubah menjadi Bali United.

Juni Ardianto Rahman, adik kandung wakil Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rahman, juga terpilih menjadi anggota exco. Pada 2014, dia terlibat penganiayaan terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Riau, Muhammad ST. MT. Nama lainnya adalah Verry Mulyadi, merupakan Asisten Manajer Semen Padang FC.

Satu-satunya perempuan dalam exco PSSI adalah Papat Yunisal. Dia merupakan mantan atlet sepakbola putri. Dia memegang lisensi kepelatihan C dari AFC, serta pernah menjadi tenaga ahli PSSI. Perempuan kelahiran Subang itu juga mengelola Sekolah Sepak Bola Queen, dan mengajar mata kuliah sepakbola Putra dan Putri di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Pasundan, Cimahi, Jawa Barat.

Anggota Exco terpilih lainnya adalah A.S. Sukawijaya atau kerap disapa Yoyok Sukawi (CEO PSIS Semarang), Johar Lin Eng (Ketua Asprov PSSI Jateng), dan Condro Kirono. Nama terakhir adalah Deputi Teknik dan Operasional Bhayangkara FC, sekaligus Kapolda Jawa Tengah berpangkat Inspektur Jenderal.

Paling disorot adalah mantan bankir Dirk Soplanit. Ketua Asprov PSSI Maluku dan bekas Direktur Utama PT Bank Maluku-Maluku Utara itu ternyata diduga terlibat kasus repo obligasi fiktif PT Bank Maluku sebesar Rp 238 miliar.

Ketua lembaga Save Our Soccer, Akmal Marhali, hanya berharap Edy dan rekan-rekannya menyelesaikan segala masalah sepakbola nasional. Mereka diharapkan bisa memberikan gairah dan semangat baru buat perbaikan tata kelola sepak bola nasional.

Soal komposisi anggota exco, Akmal juga secara tersirat merasa kecewa. Sebab dia berharap ada wajah baru di dalamnya. Dengan harapan generasi itu resisten terhadap infiltrasi rezim uzur, dan mampu menampilkan kejujuran dalam pengelolaan bola kaki Indonesia.

"Ketum saat ini seperti sedang menyimpan bom waktu, yang setiap saat bisa meledak bila salah dalam mengambil kebijakan," kata Akmal.(*)

Mungkin Anda juga menyukai