CALEG GOLKAR

Gubsu: Jika Memungkinkan UMP Akan Dikaji Kembali

MEDAN (medanbicara.com) – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) HT Erry Nuradi menemui perwakilan buruh di ruang Kenanga lantai 8 kantor Gubsu, Kamis (10/11) sore, saat ribuan buruh berdemonstrasi di depan kantor Gubsu. Pertemuan tersebut membahas tuntutan buruh agar kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang baru ditetapkan segera direvisi.

Dalam kesempatan itu, Gubsu Erry Nuradi menegaskan, dirinya sebagai kepala daerah harus tetap mematuhi aturan yang ditetapkan pemerintah pusat. Termasuk penetapan UMP yang harus mengacu kepada PP 78/2015, dimana perhitungan kenaikan, melihat dua hal, yakni pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi.

“Dalam menetapkan UMP, tentu kita harus mengacu pada aturan yakni PP 78. Sedangkan jika mengacu pada KHL, kenaikannya hanya sekitar 5 persen, tidak sampai 8,25 persen seperti sekarang,” jelas Erry.

Erry juga menyebutkan, penetapan UMP merupakan dasar dari kabupaten/kota untuk menentukan UMK. Dimana angka Rp1,9 juta tersebut menjadi acuan, sehingga kemungkinan besar kab/kota bisa melebihi yang ditetapkan provinsi.

“Kenapa kita tetapkan sebesar itu, karena kita di Sumut ada 33 kabupaten/kota, tidak semuanya sama. Medan dan Deli Serdang itu berbeda dengan Dairi atau Nias (yang lebih rendah). Jadi kalau terlalu tinggi, maka akan ada masalah di daerah yang UMK nya lebih rendah,” terang Erry.

Walaupun demikian, Erry mengaku tetap akan memperhatikan tuntutan buruh tersebut untuk bisa menaikkan UMP dari 8,25 persen. Salah satunya adalah dengan mengkaji kemungkinan dilakukannya diskresi atau kebijakan untuk bisa merubah angka kenaikan tersebut. Namun, untuk bisa melakukan hal itu, ada beberapa pertimbangan dan konsultasi ke pemerintah pusat melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

“Akan kita lakukan kajian untuk kemungkinan dilakukan diskresi. Nanti akan kita pertanyakan kepada Kementerian (Kemenakertrans), apakah dibolehkan hal itu,” ujar Erry.

Selain konsultasi ke kementrian, Gubsu Erry juga mengatakan bahwa ada dua bahan kajian yang akan diperhatikan. Yakni data mengenai kenaikan UMP 10 tahun terakhir, serta data pembanding provinsi lain. Dimana beberapa tahun lalu, Sumut tergolong lebih tinggi dari daerah lain, namun terjadi perubahan.

"Kita akan melihat dulu data UMP 10 tahun terkahir, apakah mungkin ada kesalahan (perhitungan) di masa lalu. Jadi soal diskresi, kita konsultasi ke pusat," tutur Erry.

Sementara Kadisnakertrans Sumut Bukit Tambunan mengatakan bahwa penetapan UMP Sumut telah dilakukan sosialisasi dan pertemuan bersama pihak terkait sebelumnya.

Sedangkan, salah seorang buruh asal Tanjung Morawa Deli Serdang, Amin Basri mengatakan bahwa UMP Sumut termasuk yang terendah dibanding dengan provinsi lain seperti Aceh, Riau dan bahkan sangat jauh tertinggal dari Kota Jakarta yang mencapai Rp3 juta.

Menurutnya, dengan ketentuan PP 78 tahun 2015 dalam menetapkan upah minimum, kesejahteraan buruh tidak tercapai. Sehingga perlu dilakukan perhitungan berdasarkan kualitas hidup layak (KHL). Bahkan menurutnya jika Gubernur menaikkan UMP melebihi perhitungan yang digunakan saat ini, mereka beranggapan hal itu tidak melanggar hukum.

"Kami meminta kepada Gubernur, jangan sampai kita dinilai rendah oleh provinsi lain. Begitu juga untuk penetapan UMK, agar rekomendasi dewan pengupahan diperhatikan," sebutnya.(*)

Mungkin Anda juga menyukai