CALEG GOLKAR

Polda Sumut Masuk 5 Besar Lamban Penyelesaian Kasus

MEDAN (medanbicara.com) – Pimpinan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Pusat, Prof Adrianus Meliala menyambangi Mapolda Sumut guna bertemu Kapoldasu dalam rangka meminta klarifikasi sejumlah laporan masyarakat yang disampaikan ke Ombudsman RI, Kamis (23/6) lalu.

Sebanyak 40 kasus yang dilaporkan ombudsman ke Polda Sumut hingga kini belum dapat terselesaikan. Akibat lambannya proses penyelesaian kasus tersebut, Polda Sumut masuk dalam kategori lima besar di Indonesia Polda terlamban dalam menangani dan menyelesaikan kasus.

Prof. Adrianus Meliala didampingi Kepala Perwakilan Ombudsman Sumut Abyadi Siregar dan Asisten Ombudsman Pusat serta Asisten Ombudsman Sumut menyambangi Mapolda Sumut dan langsung diterima Kapoldasu Irjen Pol Raden Budi Winarso dan Wakapolda Brigjend Pol Adhi Prawoto.

Adrianus menuturkan, pihaknya bertemu dengan Kapolda guna mempertanyakan secara langsung perkembangan penyelesaian kasus yang dilaporkan masyarakat kepada Ombudsman. Bahkan, sejumlah kasus yang dalam dua tahun lalu ditangani hingga kini belum dapat terselesaikan.

“Kedatangan kami ke Mapolda Sumut untuk mengejar tunggakan laporan di Ombudsman yang tidak selesai sejak dua tiga tahun lalu. Kita ingin kasus-kasus itu segera dapat diselesaikan,” kata Adrianus.

Dikatakan Adrianus, kasus penundaan berlarut dalam memberikan pelayanan publik tidak hanya terjadi di Polda Sumut. Namun Polda Sumut masuk dalam lima besar Polda yang dalam penyelesaian kasus terbilang lamban.

“Minimal dari sudut kami yang menampung pengaduan. Dari kasus-kasus ini, kita melihat Polda Sumut masuk dalam daftar lima besar, Polda yang terlamban dalam menangani kasus,” sebutnya.

Adrianus menyebutkan, ada beberapa kasus yang selesai, seperti di Karo. Namun karena tidak dilapokan, maka pihaknya tidak mengetahui sehingga kasusnya belum ditutup. Namun ada beberapa kasus yang menurutnya perlu mendapat perhatian serius dari Polda, yaitu tujuh kasus kekerasan di Nias yang hingga kini penyelesaiannya berlarut-larut.

Khususnya satu kasus yang baru dilaporkan masyarakat kepada Ombudsman, yakni kasus pemerkosaan yang diakhiri pembunuhan terhadap anak-anak, belum mendapat perhatian serius dari Polda dan hanya ditangani Kepolisian Sektor (Polsek).

“Kasus ini harusnya mendapat perhatian besar karena hanya ditangani Polsek dan akhirnya macet,” ungkapnya.

Menurut Adrianus, kasus di Nias rata-rata berkaitan dengan kekerasan dan perkosaan yang jarang terpantau media. Bahkan ada beberapa kasus pemerkosaan diakhiri dengan pembunuhan.

Adrianus menambahkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan kepolisian di Nias tidak dapat mengungkap kasus – kasus tersebut. Pertama, karena kemampuan dari jajaran di Polres Nias dan bawahannya lemah. Dari sisi penyidikan misalnya, mereka tidak memiliki satuan Laboratorium Forensik (Labfor) dan kemampuan olah TKP lemah.

“Secara normatif satuan labfor ada, tapi tidak ada alatnya, misalnya. Atau penyidik ada tapi tidak bisa olah TKP secara bagus. Pun kalaupun ada kecurigaan si A pelakunya, tapi bagian ops gak mau nangkap, alhasil orang yang diduga pelaku lari dan susah ditangkap,” ujarnya.

Pun demikian, Ombudsman meminta secara khusus kepada Kapolda untuk memberi perhatian serius terhadap masalah di Nias ini.

“Kami anggap masalah yang tujuh ini sebagai puncak gunung es, banyak lagi sebenarnya yang belum dilaporkan ke kita,” kata mantan Komisoner Kompolnas ini.

Lebih lanjut dia menambahkan, secara total ada 40-an kasus di Sumut yang hingga kini belum selesai ditangani Polda. Pihaknya juga mengapresiasi Kapolda dan Wakapolda yang akan memberi perhatian serius terhadap penyelesaian kasus-kasus yang dilaporkan Ombudsman tersebut, terutama tujuh kasus di Nias itu.

Namun pihaknya meminta batas waktu berapa lama kasus-kasus tersebut dapat diselesaikan.

“Apakah satu atau dua bulan misalnya, di SP-3 ‘kan atau apa, sehingga kami bisa close di baseline kami,” timpalnya.

Adrianus memaparkan, ada beberapa Polda yang tinggi kasus-kasus yang belum diselesaikan, selain Sumut, ada Lampung, Sulawesi Selatan dan Polda Metro Jaya. Bahkan di Polda Metro Jaya, ada ada 60-70 an kasus yang ditangani Ombudsman hingga kini belum ada penyelesaiannya.

“Ini menjadi kritik terhadap kepolisisan. Pertama mereka tidak bisa menjamin, ketika kita datang melapor bisa gak kita estimasi dalam waktu berapa lama dapat diselesaikan,” katanya. 

“Tetapi kita bicara benang merah, begitu sudah lewat benang merahnya, ya sudah SP-3 misalnya, sehingga polisi juga bisa move on ke kasus yang lain,” pungkasnya. 

Terpisah, Kabid Humas Polda Sumut AKBP Dra Rina Sari Ginting ketika dikonfirmasi, Jumat (24/6) perihal kedatangan tim Ombudsman RI ke Mapoldasu mengaku, bahwa kunjungan Ombudsman ke Mapoldasu hanya merupakan agenda rutin saja. 

“Kebetulan saya tidak ikut dalam pertemuan, Irwasda yang menyambut kemarin. Mereka langsung ke inspektorat. Yang jelas, ombudsman setiap tahun datang kemari, dan ini merupakan agenda rutin saja,” ujarnya.

Saat disinggung mengenai agenda ombudsman yang datang guna meminta klarifikasi soal kinerja Polda Sumut, Rina juga mengaku belum mengetahui akan hal itu.

“Saya tidak tahu apa agenda dan tentang apa, termasuk materinya mengenai kedatangannya ombudsman. Yah ombudsman kan memang suatu lembaga bagian humas. Kalau masalah kinerja atau apa, saya tidak tahu,” tandasnya. (emzu)

Mungkin Anda juga menyukai