CALEG GOLKAR

Soal Pasutri Dipukuli, Puluhan Bintara Muda Shabara Poldasu Terancam Sanksi Kode Etik

MEDAN (medanbicara.com) – Personel Bintara Shabara Polda Sumut yang melakukan penganiayaan terhadap pasangan suami istri (Pasutri) di depan anak dan pembantunya beberapa waktu lalu, terancam sanksi kode etik profesi, Selasa (28/6).

Kasubbid Penmas Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan, mengatakan hingga saat ini penyidik Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumut masih melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap para personel baru lulus tersebut.

“Sampai sekarang, semua personel itu masih dalam pemeriksaan. Sehingga hasilnya belum bisa kita ketahui secara pasti,” katanya.

Dia menambahkan, hasil pemeriksaan akan diberitahukan kemudian. Namun, jika para personel muda itu terbukti melakukan pelanggaran kode etik, Propam akan menyeret para pelakunya ke meja hijau (sidang kode etik profesi).

“Dalam persidangan itu yang memutuskan apakah mereka (Bintar muda) bersalah atau tidak adalah hakim. Kita lihat saja apa hasil persidangannya,” ujarnya.

Begitu juga dengan hukuman yang akan diterima para pelaku, yang bertindak sebagai hakim dalam persidangan tersebut adalah atasannya langsung. Sehingga, atasan langsung yang menghukum (Ankum) diberikan oleh pimpinan para pelaku.

“Hukuman itu tergantung Ankum. Ankum itu berdasarkan hasil atau putusan sidang,” sebutnya.

Meski begitu, lanjutnya, hingga saat ini pihaknya berkeyakinan para bintara muda itu nekat bereaksi lantaran mendapat ejekan dari korban.

“Tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Tidak mungkin mereka (bintara Poldasu) bertindak seperti itu jika tidak ada penyebabnya,” ucapnya.

Menurutnya, awal mula terjadinya peristiwa itu di saat korban hendak mendahului rombongan polisi yang sedang melakukan patroli rutin mengantisipasi adanya aksi kriminalitas pada pagi hari selama bulan Ramadhan. Tiba-tiba, korban hendak mendahuluinya yang datang dari belakang.

“Korban berusaha memotong laju kendaraan anggota (polisi) tetapi tidak bisa dilewati, karena rombongan anggota itu juga melaju dengan kencang. Nah, setibanya di persimpangan Jalan Karya Jaya dengan Jalan AH Nasution, mobil anggota berhenti sedangkan mobil pelaku terus melaju,” terangnya.

Namun, sambungnya, korban memutar arah mobilnya kembali dan berhenti tepat di samping mobil anggota Polisi muda tersebut.

“Andaikan korban itu tidak memutar dan balik lagi ke lokasi maka insiden itu tidak akan pernah terjadi. Tetapi karena patentengan (gagah-gagahan) dia (korban) merasa berani menemui anggota maka terjadilah insiden itu,” jelasnya.

Itupun, sambung Nainggolan, personel Shabara tersebut nekat melakukan penganiayaan lantaran korban menunjukkan sifat arogansi dengan mengacungkan jari tangannya ke arah rombongan polisi.

“Anggota itu sudah lelah berpatroli, lalu korban mengebut-ngebut kendaraanya. Padahal, knalpot mobilnya blong dan sengaja pula digas di dekat kendaraan anggota itu. Menurut saya, itu korbannya cukup arogan, meskipun anggota saya salah. Korban itu tidak ada dipukuli, jika semua anggota saya memukulinya pasti dia (korban) akan opname di Rumah Sakit (RS). Sebab, rombongan yang patrol itu jumlahnya 33 orang. Namun, hanya 15 orang saja yang turun. Memang, bagian tertentu mobilnya rusak namun tidak begitu parah. Jadi, kesimpulannya, cerita pengeroyokan itu terlalu di dramatis. Tulis saja apa yang sebenarnya terjadi jangan dikurangi dan jangan ditambahi,” pungkasnya.

Terpisah, R Harahap (29), didampingi istrinya WO (29) mengatakan, pelaku diperkirakan 30 orang, bukan 15 orang sebagaimana yang diungkapkan pihak Polda Sumut. Dia berharap para pelaku itu dipecat. Sebab, baru lulus jadi Polisi saja sudah berbuat arogan kepada warga saat berjalan bergerombolan.

“Tidak mungkin aku sekonyol itu, anakku masih bayi dan kecil di dalam mobil. Istriku seorang guru, lantas pantaskah aku berbuat tidak senonoh itu pada mereka (polisi) di saat sedang bergerombol? Itu sesuatu yang tidak mungkin. Baru lulus saja sudah begitu, apa jadinya kalau sudah lama berdinas nanti?” katanya.

Menurut Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas di kantor Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) ini, para pelaku tidak memiliki rasa hormat pada warga yang lebih tua darinya. Parahal, jika dibandingkan dengan umurnya antara korban dan pelaku sangat jauh berbeda.

“Mereka (polisi muda) masih anak baru gede (ABG), tetapi begitulah sifat dan cara mereka menghormati orang yang lebih tua,” ujarnya, sembari menunjukkan surat tanda bukti laporan, dengan No LP No.STTLP/1616/K/2016/SPKT Resta Medan, Pelapor Akhsanul Rizi Harahap, warga Jalan Ahmad Dahlan, Lk II, Aek Kanopan, Labura, dengan mobil BK 1063 YS jenis Agya. (emzu)

Mungkin Anda juga menyukai