Perkara Suap Pengamanan Proyek, Bupati Labuhanbatu Nonaktif Dituntut 6 Tahun Penjara

Medan (medanbicara.com) – Bupati Labuhanbatu nonaktif, Erik Adtrada Ritonga dituntut selama 6 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait perkara suap pengamanan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labuhanbatu.

Selain itu, JPU juga menuntut Erik untuk membayar denda sebesar Rp300 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan (subsider).

“Menuntut, meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Erik Adtrada Ritonga selama 6 tahun,” tandas JPU Tony Indra di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (4/9/2024) sore.

Bahkan, JPU membebankan kepada terdakwa untuk membayar Uang Pengganti (UP) Rp3.850.000.000 dikurangkan dengan uang yang telah dirampas untuk negara.

Dengan ketentuan, apabila Erik tidak membayar UP paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka harta bendanya disita dan dilelang oleh JPU KPK untuk menutupi UP tersebut.

“Jika harta benda terdakwa juga tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 penjara,” sebut JPU.

Diterangkan JPU KPK, dari total uang penerimaan suap tersebut, Erik telah menerima uang sebesar Rp3.885.000.000 yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi.

“Uang sebesar Rp1.100.000.000 (Rp1,1 miliar) dipergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa Rudi Syahputra selaku mantan anggota DPRD Labuhanbatu dan uang sebesar Rp100 juta untuk biaya operasional Polres Labuhanbatu,” terang Tony.

JPU KPK menambahkan, bahwa uang dari hasil perbuatan jahat yang dilakukan Erik dan Rudi tersebut tidak pernah dikembalikan kepada negara.

JPU menilai, berdasarkan fakta persidangan perbuatan terdakwa Erik telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap dari sejumlah kontraktor sebesar Rp4.985.000.000 (Rp4,9 miliar) sebagaimana dakwaan alternatif kesatu.

Adapun dakwaan alternatif kesatu yang dimaksud yaitu Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Tak sampai situ, JPU KPK juga menuntut supaya hak politik terhadap Erik untuk dipilih sebagak pejabat publik dicabut selama 3 tahun yang terhitung sejak selesai menjalani hukuman.

“Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak politik (untuk dipilih sebagai pejabat publik) selama 3 tahun sejak selesai menjalani hukuman,” lanjutnya.

Menurut JPU, hal-hal yang memberatkan, perbuatan Erik tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. “Hal-hal yang meringankan, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa bersikap sopan dan menghargai persidangan dan terdakwa belum pernah dihukum,” cetus Tony.

Usai mendengarkan pembacaan tuntutan, Hakim Ketua As’ad Rahim menunda dan akan kembali melanjutkan persidangan pada Rabu (11/9/2024) dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pleidoi) dari Erik. (Rez)

Mungkin Anda juga menyukai