CALEG GOLKAR

Kok An Harun Divonis 4 Tahun dan Denda Rp238 Miliar, Ini Kasusnya…

Kok An Harun saat menjalani sidang. (eza)

MEDAN (medanbicara.com)- Majelis hakim yang diketuai oleh Dominggus Silaban menghukum Direktur CV Buana Raya, Kok An Harun selama 4 tahun dan dikenakan denda 2×119 miliar dengan total Rp238 miliar.

Warga Medan ini dinyatakan terbukti menerbitkan dan atau menggunakan faktur sebagai bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.

“Menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa Kok An Harun selama 4 tahun dan denda 2×119 miliar,” tandas Dominggus Silaban, di Ruang Cakra IV Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (24/5/2019).

Majelis hakim berpendapat, perbuatan terdakwa dinyatakan terbukti melanggar Pasal 39A huruf a jo Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Menanggapi putusan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mutiara Herlina dan Polim Siregar dari Kejatisu langsung menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan. Begitu juga penasehat hukum terdakwa. Putusan itu lebih rendah dari tuntutan JPU yakni selama 5 tahun penjara dan denda 4 × Rp119 miliar.

Dalam dakwaan JPU Mutiara dan Polim, terdakwa Kok An Harun mendirikan CV Buana Raya yang bergerak dalam bidang usaha pengangkutan CPO (minyak mentah sawit).

Saat CV Buana Raya didirikan, terdakwa masih berstatus sebagai Manajer Keuangan di PT Sago Nauli, perusahaan yang juga bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit dan industri minyak sawit.

Terdakwa telah bekerja sebagai karyawan bagian akuntansi, pembukuan dan perpajakan PT Sago sejak tahun 1997. Sehingga terdakwa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang keuangan dan ketentuan-ketentuan perpajakan.

"Terdakwa sebagai pemegang saham dan Direktur CV Buana Raya adalah orang yang mengendalikan jalannya perusahaan. Pengambilan keputusan sekaligus orang yang menandatangani seluruh dokumen perusahaan termasuk perpajakan seperti Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Faktur Pajak," tandas JPU.

Urusan mencari customer dan supplier termasuk keuangan CV Buana Raya dikendalikan sendiri oleh terdakwa. Menurut JPU, faktur pajak yang diterbitkan Husin melalui PT Uni Palma kepada PT Liega Sawit Indonesia milik terdakwa. Sementara supplier CPO PT Uni Palma adalah supplier fiktif.

Maka, faktur pajak yang diterbitkan oleh PT Liega Sawit Indonesia diduga kuat adalah faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya. JPU juga mengadopsi keterangan saksi dari Kanwil Perpajakan bahwa lerbuatan terdakwa yang melakukan transaksi dengan tidak sebenarnya berpotensi merugikan negara Rp 119 miliar. (eza)

Mungkin Anda juga menyukai