CALEG GOLKAR

Ssst…Bupati Labuhan Batu Nonaktif Pangonal Harahap Buka-bukaan di Sidang, Ada Aliran Diut ke…

Sidang lanjutan dugaan suap fee proyek di Kabupaten Labuhanbatu yang melibatkan Bupati, Pangonal Harahap kembali digelar di Pengadilan Negeri Medan, Senin (5/11/2018) pagi. (trb)

MEDAN (medanbicara.com)-Sidang lanjutan dugaan suap fee proyek di Kabupaten Labuhanbatu yang melibatkan Bupati, Pangonal Harahap kembali digelar di Pengadilan Negeri Medan, Senin (5/11/2018) pagi dengan agenda pemeriksaan saksi.

Menariknya, pada sidang yang digelar, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Pangonal Harahap ke ruang sidang Cakra Utama sebagai saksi mahkota untuk mengadili terdakwa Effendi Syahputra alias Asiong yang diduga memberikan sejumlah uang fee proyek kepadanya.

Dalam kesaksiannya di depan Majelis Hakim yang dipimpin Irwan Effendi, Pangonal Harahap mengakui adanya aliran fee sejumlah proyek di Kabupaten Labuhanbatu kepadanya.

“Kami pernah bertemu sebelum saya dilantik sebagai bupati Labuhanbatu. saya bercerita dengan Asiong tentang pembangunan Labuhanbatu ke depan. Saya mengatakan agar saya dan dia (Asiong) harus bekerjasama. Karena pun Asiong saya kenal adalah pemborong yang mampu dibidangnya,” ucap Pangonal Harahap yang mengenakan kemeja batik.

Pangonal Harahap berdalih bahwa saat menjabat sebagai bupati, dia tidak mengetahui undang-undang tindak pidana korupsi.

Namun demikian Pangonal mengaku bersalah dan mengakui pernah meminta fee proyek dari Asiong.

“Yang pasti saya pernah suruh Yazid (Adik Iparnya) dan Umar Ritonga (Stafnya) untuk ambil uang dari Asiong,” katanya.

Dalam sidang tersebut, Pangonal banyak dicerca pertanyaan oleh tim JPU KPK yang diisi Dody Sukmono dan Mayhardi Indra. Kepada tim penuntut KPK tersebut Pangonal mengatakan bahwa pemberian fee proyek merupakan tradisi di Labuhanbatu.

Mantan orang nomor satu di Kabupaten Labuhanbatu ini mengatakan bahwa adanya kepala dinas yang mau mengikuti perintahnya adalah hal yang wajar

Pangonal membeberkan pengalaman saat dirinya sempat mencoba peruntungan menjadi anggota DPR-RI tahun 2014, namun dia gagal. Ia pun mengatakan bahwa untuk menjadi pemimpin di Labuhanbatu tak akan mungkin tanpa money politik.

“Saya sempat mencalonkan Anggota DPR tapi tanpa uang saya kalah. Untuk mencalonkan bupati saya habiskan Rp40 miliar,” ucapnya.

Secara singkat Pangonal mengatakan bahwa sebagian aliran dana fee proyek yang dia dapatkan mengalir untuk kepentingan partai dan pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Periode 2018-2023.

“Ada uang Rp1,5 miliar untuk kepentingan partai dan pemenangan pasangan Djarot-Sihar (Djoss) untuk memenangkan Pemilihan Gubernur Sumatera Utara Kampanye di Labuhanbatu,” ucapnya kembali.

Sebelum majelis hakim menutup sidang Pangonal Harahap mengakui bahwa permintaan uang dalam pecahan Dollar Singapura agar dirinya tidak terlalu berat memegang uang tersebut.

Kepada Majelis Hakim, JPU KPK dan penasihat hukum terdakwa Effendi Syahputra yakni Fadli Nasution, Asban Sibagariang dan Pranoto, Pangonal mengaku lupa berapa jumlah yang dia peroleh sejak tahun 2016 hingga ditangkap tangan oleh KPK pada Juli 2018.

Usai sidang, Pangonal yang ditunggu wartawan enggan berkomentar lebih lanjut terkait aliran uangnya yang dia sebut-sebut mengalir ke salahsatu pasangan calon gubernur tersebut.

Pangonal mengatakan agar wartawan menulis fakta yang terungkap dipersidangan saja.

“Fakta sidang aja lihat. Soal uang itu hanya Allah Ta’ala yang mengetahui,” ucapnya sembari berjalan menuju Masjid Pengadilan Negeri Medan.

Sebelumnya, pada sidang lanjutan dugaan suap Effendi Syahputra alias Asiong kepada bupati non-aktif Labuhanbatu Pangonal Harahap, Kamis (1/11/18) lalu, juga mengungkap aliran dana untuk partai dan pemenangan Cagub-Cawagub Sumut.

Sidang yang berlangsung pagi hari tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua saksi pertama.

Jalannya sidang, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang dipimpin Irwan Effendi menanyakan peran dan pengetahuan terdakwa terhadap kedua saksi tersebut terkait aliran fee sejumlah proyek di Kabupaten Labuhanbatu.

“Saya pernah tahun 2016 disuruh Pangonal Harahap ambil cek dari terdakwa (Asiong) sebesar Rp5 miliar. Tahun 2017 ada Rp7 miliar. Itu uangnya atas nama perusahaan untuk proyek yang dikerjakan,” ucap Yazid dalam persidangan.

Sementara, saksi lainnya, Thamrin Ritonga, orang kepercayaan sekaligus tim sukses Pangonal Harahap turut ditetapkan sebagai tersangka mengaku sempat bertemu dengan Asiong dan Pangonal di Pendopo.

“Kami pernah bertemu bertiga di hotel Angkasa Rantau Parapat. Gak ada cerita proyek kalau untuk proyek yang saya tahu si Rizal yang atur. Si Rizal itu Timses juga pak Hakim,” ucap Thamrin Ritonga yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka terakhir pada Selasa 9 Oktober 2018.

“Saya pernah memang mencairkan cek dari Asiong ke Bank Sumut atas perintah Pangonal Harahap. Uangnya Rp500 juta, kemudian saya diberikan Rp30 juta,” sambungnya.

Kepada Majelis Hakim, kedua saksi di persidangan mengetahui adanya kode-kode berbentuk huruf terkait proyek-proyek yang diserahkan Pangonal Harahap kepada Asiong.

Namun demikian, kedua terdakwa tidak mengetahui secara rinci proyek yang dimaksud sebelum majelis hakim menjeda sidang.

Setelah sidang kembali dimulai, JPU KPK pun menghadirkan saksi lainnya yaitu Baihaki Ladomi Harahap dan Anggia Harahap. Keduanya merupakan putra Pangonal. serta M Iqbal selaku sopir Baihaki Ladomi Harahap.

Menjawab pertanyaan Penasihat Hukum terdakwa Fadli Nasution dkk, Baihaki Ladomi Harahap membeberkan uang suap Rp3 miliar dari terdakwa Asiong kepada Pangonal Harahap dipergunakan untuk kepentingan pribadi ayahnya.

“Ada sisanya saya ketahui untuk kepentingan Tim Sukses (Timses) Pemenangan Djarot-Sihar saat menghadapi Pilgub Sumut yang lalu serta membangun Kantor PDIP Labuhanbatu,” ucap Baihakki.

Ketika Majelis Hakim mengkonfrontir seluruh keterangan saksi kepada terdakwa Asiong, ia tidak membantahnya.

Bahkan terdakwa Asiong mengatakan Pangonal Harahap memohon dirinya agar membayarkan utangnya kepada pihak ketiga sebesar Rp7 miliar saat Pangonal menghadapi Pilkada Labuhanbatu.

Ketua PDI Perjuangan Sumut, Japorman Saragih membantah kesaksian Bupati Non Aktif Labuhanbatu Pangonal Harahap.

“Tanyakan saja kepada orang yang mengatakan itu, sama siapa dia berikan,” ucap Japorman saat dihubungi wartawan, Senin petang (5/11/2018).

Japorman menegaskan, pihaknya tidak ada menerima satu rupiah pun sumbangan untuk tim pemenangan dari Pangonal Harahap.

“Kalau kita tidak ada menerima apapun dari Pangonal. Satu rupiah pun tidak ada kita terima dari Pangonal atas sumbangan terhadap tim pemenangan. Itu saja,” terangnya.

Lebih lanjut, saat ditanya apakah dari PDIP akan mengambil tindakan dan langkah hukum terkait adanya kesaksian Pangonal di pengadilan, Japorman mengatakan tidak ada.

“Enggaklah, kita kan hanya untuk klarifikasi saja,” ujarnya.

Terkait kesaksian Pangonal tersebut, Japorman mengaku juga sudah mengetahui perihal adanya kesaksian Pangonal itu dari koran. Namun dengan Tegas Japorman menyatakan bahwa itu tidak ada. (*/tribun-medan.com)

Mungkin Anda juga menyukai