Diduga Kuasai Lahan Orang 20 Tahun, PT Jaya Beton Indonesia Digugat Rp 642 Miliar Lebih ke PN Medan
Medan (medanbicara.com) – PT Jaya Beton Indonesia yang beralamat di Jalan P. Danau Siombak Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Marelan digugat karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) untuk menguasai tanah selama 20 tahun.
Gugatan itu diajukan oleh Lindawati bersama Afrizal Amris selaku penggugat melalui penasehat hukumnya, Bambang H Samosir SH MH dan Riky Poltak Daniel Sihombing ke Pengadilan Negeri (PN) Medan serta teregister dengan nomor perkara: 271/Pdt.G/2024/PN Mdn.
“PT Jaya Beton Indonesia diduga kuat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Dalam hal ini, keluarga ahli waris yang tanahnya kita duga diserobot oleh PT Jaya Beton Indonesia seluas hampir kurang lebih 13 hektare. Yang mana tanah tersebut telah dikuasai PT Jaya Beton Indonesia kurang lebih hampir 20 tahun,” kata Bambang kepada wartawan, di PN Medan, Selasa (21/5/2024).
Dia menjelaskan, agenda sidang hari ini mediasi, namun pihak dari PT Jaya Beton Indonesia tidak menghadirinya. “Nah ini lah yang diperjuangkan oleh ahli waris almarhum. Agenda hari ini mediasi tapi tidak dihadiri sama pihak PT Jaya Beton, penasehat hukum (PH)-nya maupun direktur tidak hadir dalam hal ini. Sudah dua kali tidak hadir, diberikan kesempatan untuk satu kali lagi mediasi untuk minggu depan,” jelas Bambang.
Dalam gugatan itu, dia menuturkan bahwa kerugian ini materiil ditaksir dalam NJOP sekitar Rp 642 miliar lebih. Meski begitu, dia berharap dalam mediasi terjadi win-win solution untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Kalau memang PT Jaya Beton merasa itu punya dia (tanah itu) ya nanti dibuktikan. Tapi kalau PT Jaya Beton sangat berselera melihat tanah itu ya gak papa juga untuk negosiasi kepada ahli waris untuk mendealkan berapa harga yang cocok terhadap harga tanah tersebut,” tutur Bambang.
Bambang mengaku membuka ruang untuk dilakukan mediasi. Selain itu, dia berharap kepada Walikota Medan Bobby Nasution untuk membantu menyelesaikan masalah ini.
“Mereka (PT Jaya Beton Indonesia) kan dapat proyek tender kita ketahui ada tender ini di Pemko Medan. Jadi ya kalau berita ini sampai ke pak Bobby kita juga berharap ke pak Bobby bisa memberikan masukan atau memfasilitasi ahli waris untuk berdamai dengan PT Jaya Beton Indonesia,” tandasnya.
Dia berharap agar masalah ini diselesaikan dengan berdamai karena sudah berlarut larut. “Kita minta gugatan kita agar dikabulkan. Kita punya semua SKT kita punya semua, asli asli. Kalau ini berkepanjangan kita harap PT Jaya Beton harus mengeluarkan bukti bukti aslinya,” pungkasnya.
Dilansir dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Medan, dalam petitumnya, pihak penggugat meminta agar majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatan untuk seluruhnya. “Menyatakan perbuatan tergugat yang menguasai dan menguasai objek perkara milik para penggugat tersebut adalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad),” tulis isi petitum tersebut.
Selain itu, penggugat meminta majelis hakim PN Medan menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan (conservatoir beslag) atas harta benda milik PT Jaya Beton Indonesia selalu tergugat, baik bergerak maupun tidak bergerak yang diajukan dalam persidangan pemeriksaan gugatan ini.
“Menyatakan para penggugat adalah pemilik yang sah dari objek perkara seluas + 128.344,35 m2 atau + 12,83 Ha yang terletak di Jalan Takenaka Lingkungan VI/VII, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan,” bunyi petitum tersebut.
Selain itu, penggugat juga meminta agar majelis hakim menyatakan segala surat–surat yang timbul atas objek perkara adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam gugatan itu, pihak penggugat meminta acara majelis hakim menghukum tergugat untuk menyerahkan/mengosongkan objek perkara dalam keadaan kosong dan sempurna kepada para penggugat.
“Menyatakan tergugat untuk membayar secara tunai dan seketika ganti kerugian kepada para penggugat, baik materiil maupun immateriil, total sebesar Rp 642.221.075.000 atau Rp642 miliar lebih,” isi petitum tersebut.
Penggugat juga meminta majelis hakim menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp100 juta, untuk setiap bulannya keterlambatan atas kelalaian menyerahkan atau mengosongkan objek tanah perkara tersebut dan menyatakan putusan perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun ada perlawanan, banding, kasasi ataupun upaya hukum lainnya. (Rez)