CALEG GOLKAR

Halte Trans Mebidang Jadi Tempat  Berjualan dan Mangkal Betor

Pedagang nampak meletakka barang dagangannya di ruang halte trans mebidang dan didepannya menjadi tempat mangkal becak bermotor/eko fitri

 

MEDAN (medanbicara.com)-Halte untuk bus trans mebidang yang dibangun oleh Dinas Perhubungan Kota Medan belum lama ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Halte yang sudah dibangun dengan biaya puluhan juta rupiah itu justeru menjadi tempat berjualan para pedagang dan tempat mangkal para becak bermotor.

Misalnya, di halte di jalan Pinang Baris, Medan. Berdasarkan amatan medanbicara.com, pembangunan halte trans mebidang yang belum lama sudah siap dibangun dengan model yang lebih sederhana berwarna merah dan biru, tidak ada bahan dari kaca.

Namun sayangnya, diwilayah jalan Pinang Baris tepat berada ditengah-tengah pajak Pinang Baris, halte tersebut menjadi tempat mangkal becak bermotor. Tidak hanya itu, diruang halte juga dipenuhi dengan barang-barang dagangan pedagang seperti, sayuran. Sehingga, bus trans mebidang tidak bisa berhenti menaikkan dan menurunkan penumpang dari halte tersebut. Kondisi tersebutpun, membuat jalan semakin macet dan terlihat kian kumuh.

Ramadona (35), warga Kecamatan Helvetia yang kebetulan menunggu bus trans mebidang dengan tujuan ke pusat pasar mengaku, kesulitan untuk naik bus trans mebidang dari halte trans mebidang dijalan Pinang Baris. Karena, haltenya sejak siap dibangun ditutupi oleh becak bermotor. Bahkan jadi tempat mangkalnya betor.

“Karena nggak bisa dari halte, ya akhirnya naik busnya tidak dihaltelah. Padahal, bus trans itu tinggi. Mau bagaimana berhenti dihalte, penuh becak disana,”katanya, Senin (6/11).

Pengamat Tata Kota dan Lingkungan, Jaya Arjuna mengatakan, setiap pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah itu salah satu aturan yang dibuat pemerintah, karena pembangunan itu dibutuhkan untuk menjalankan program. Dan, syarat pembangunan itu selain layak dan mampu dijalankan, juga seharunya dimengerti oleh para aparat yang melaksanakan.

“Kemudian, aturan itu dibuat harus ada sanksinya. Nah, pemerintah membuat halte tujuannya untuk apa. Kan, untuk menaikkan dan menurunkan penumpang dihalte. Sekarang, ada atau tidak aparat yang mengawasinya. Kemudian, kalau melanggar ada atau tidak sangsi yang dikenakan. Tidak adakan, sehingga penarik becak bebas mangkal didepan halte itu,”tutur Jaya.

Artinya kata Jaya, pembangunan yang dilakukan pemerintah adalah pembangunan yang sia-sia, karena tidak dibarengi dengan pengawasan. Akibatnya, dengan kondisi tersebut memang tata letak kota semakin tampak kumuh.

“Beberapa meter dari halte itu harusnya kosong untuk tempat berhenti bus, bukan malah ada pangkalan becak. Kalau ada pangkalan becak ya tidak bisa busnya berhenti. Harusnya peraturan itu sebelum dijalankan dipikirkan dulu layak atau tidak dibangun disitu. Setelah itu ya harus ada pengawasnya, karena kalau tidak ada pengawas susah. Masyarakat kita tidak berpikir sampai kesitu,”pungkasnya. (eko fitri)

 

 

 

 

Mungkin Anda juga menyukai