CALEG GOLKAR

Hakim PN Medan Merry Purba Menangis, Bukakan Hati Yang Menjebak dan Mengorbankan Saya…

Hakim Merry Purba menangis diwawancarai wartawan. (dtn)

JAKARTA (medansatu.com)– Merry Purba, hakim adhoc Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan yang terjaring OTT KPK membantah menerima suap perkara Tamin Sukardi. Sambil menangis, ia mengaku dijebak…

Pengakuan ini disampaikan Merry Purba saat wawancara door stop sebelum memasuki gedung KPK, Rabu (5/9/2018). Hari ini hakim Merry Purba diperiksa perdana penyidik KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka.

Mengenakan rompi warna oranye, ia melayani permintaan wartawan sebelum masuk ke gedung KPK. Merry Purba merupakan satu dari 4 tersangka OTT KPK di PN Medan pada 28 Agustus 2018 lalu bersama seorang panitera, Tamin Sukardi dan orang kepercayaannya.

Dalam OTT tersebut, KPK sempat mengamankan dua kolega Merry Purba, namun keduanya dipulangkan karena tak terbukti terlibat.

Saat menyatakan ia tak bersalah kepada wartawan, Merry Purba nyaris histeris. Merry mengatakan, tak tahu menahu soal uang Dolar Singapura yang ditemukan di laci meja kerjanya. Ia mengatakan tak pernah menerima uang tersebut.

Merry pun merasa dikorbankan dalam kasus ini. Menurutnya, ia sama sekali tak tahu dugaan suap tersebut.

“Saya hanya berdoa kepada Tuhan, bukakan hati orang-orang yang menjebak dan mengorbankan saya dengan mengatakan uang ada di meja saya. Tolong ya kepada Bapak Ketua PN Medan, saya tidak tahu ada apa di sini. Saya tanya ke Pak Sontan juga (hakim Sontan Merauke), ke Pak Wakil juga yang di sebelahku, kami sama-sama mengadili di situ. Saya bukan pemain. Saya tidak tahu apa ini semua sampai ada uang sejumlah itu,” kata Merry.

“Kalau ada katanya keberadaan uang di meja saya, meja saya itu selalu terbuka, selalu terbuka dan tidak pernah tertutup. Saya tidak pernah terima apa pun. Kalau mau jujur, saya mohon kepada penyidik KPK dengan segala kerendahan hati saya, tolong diselidiki CCTV siapa-siapa yang masuk ke ruangan saya,” tambahnya.

“Meja saya itu terbuka, tidak pernah terkunci. Kalau saya terima uang tanggal 25 (Agustus 2018) itu, itu Sabtu. Hari Sabtu kan pere (libur). Apa saya sebodoh itu masuk ke kantor? Coba lihat CCTV. Apa itu mungkin saya bawa? Dari mana? Baru masukkan ke laci, kan tidak masuk akal. Itu membingungkan saya selama ini,” sambungnya.

“Saya mohon kepada yang mengaitkan saya dengan perkara ini, tolong berkata jujur. Jangan aku dikorbankan, mentang-mentang saya ini hakim ad hoc tidak ada pembela di Mahkamah Agung. Putusan saya berbeda, kenapa kok saya bisa dikorbankan. Ada apa ini, itu pertanyaan saya selama beberapa hari,” imbuhnya.

Merry Purba, mengaku belum mengajukan praperadilan atas status tersangka dugaan suap yang disandangnya. Hakim ad hoc nonaktif ini menilai praperadilan tak akan berguna.

"Sekarang begini, saya katakan di situ praperadilan itu tak berguna lagi. Tidak ada, karena semua saksi katanya mengarah pada saya tapi sementara keterangan semua saksi itu saya nggak lihat. Hanya keberadaan mobil saya. Pada Jumat, dan hari Sabtu. Itu yang dipertanyakan," kata Merry Purba, di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (5/9/2018).

Dia mengaku dikorbankan dalam kasus ini. Merry berharap proses hukum kasus yang melibatkannya itu dilakukan terbuka.

"Jangan korbankan saya. Saya hanya punya pengharapan hanya kepada Yesus. Apalah yang saya alami, apalah yang saya derita ini dibandingkan penderitaan Tuhan Yesus yang disalibkan. Tolong jangan ditutupi ini semua, sama yang tadi, supaya terbuka ada misteri apa. Saya nggak berbuat kok bisa seperti itu," ucapnya.

Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK di Medan pada Selasa (28/8). Saat itu ada delapan orang yang diamankan KPK, termasuk empat hakim, yakni Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan, Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, hakim PN Medan Sontan Merauke, dan hakim ad hoc Tipikor Medan Merry Purba.

Setelah melakukan pemeriksaan, KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini yakni Merry Purba dan panitera pengganti Helpandi sebagai tersangka yang diduga menerima suap. Sedangkan tersangka pemberi yakni pengusaha Tamin Sukardi dan orang kepercayaannya, Hadi Setiawan.

Tamin diduga memberi total duit SGD 280 ribu ini terkait dengan vonis perkaranya di PN Medan pada Senin (27/8). Kasus Tamin di PN Medan itu disidangkan oleh Merry Purba.

KPK tak mempermasalahkan hakim ad hoc Tipikor PN Medan, Merry Purba membantah menerima suap. KPK menegaskan, penanganan kasus suap lewat operasi tangkap tangan (OTT) berdasarkan bukti yang kuat.

"Kami sering menghadapi penyangkalan-penyangkalan baik yang disertai sumpah dengan agama masing-masing atau tidak. Namun, banyak juga yang mengakui perbuatannya. Yang terpenting bagi KPK adalah tetap menangani kasus-kasus korupsi secara hati-hati dengan bukti yang kuat," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (5/9/2018).

Febri tak menjelasakan bukti apa saja yang dimaksud. Dia meminta kepada Merry untuk mengungkap informasi jika mengetahui ada pelaku lain dalam kasus ini.

"Jika memang tersangka MP (Merry Purba) memiliki informasi tentang pelaku lain, silakan disampaikan pada penyidik," ujarnya. (dtn)

Mungkin Anda juga menyukai