CALEG GOLKAR

Korban Tewas Gempa Lombok Sudah Mencapai 460 Orang

Tim evakuasi memboyong korban gempa Lombok. (BNPB)

LOMBOK (medanbicara.com)- Angka jumlah korban, pengungsi, kerusakan dan kerugian ekonomi pascagempa 7 SR yang mengguncang Nusa Tenggara Barat (NTB) dan sekitarnya terus bertambah. Hingga hari kesepuluh, tercatat ada 460 orang yang meninggal dunia.

Informasi tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangannya yang diterima detikcom, Rabu (15/8/2018).

Sebanyak 460 orang yang meninggal rinciannya, 396 orang di Kabupaten Lombok Utara, 39 orang di Lombok Barat, 12 orang di Lombok Timur. Lalu ada 9 orang di Kota Mataram, 2 orang di Lombok Tengah dan 2 orang di Denpasar.

“Jumlah korban jiwa ini masih bisa bertambah mengingat Tim SAR gabungan masih melakukan pencarian korban tertimbun longsor di Dusun Dompu Kecamatan Kayangan, Lombok Utara yang diduga ada 4 orang tertimbun longsor, evakuasi di Dusun Busur Timur Desa Rempek Kecamatan Gangga, Lombok Utara yang diduga masih ada satu orang tertimbun reruntuhan bangunan, dan beberapa laporan dari masyarakat,” kata Sutopo.

Selain itu, lanjut Sutopo, korban luka-luka tercatat ada 7.773 orang. Masing-masing ada 959 orang luka berat dan rawat inap dan 6.774 orang luka ringan atau rawat jalan. Sebanyak 417.529 orang mengungsi di ribuan titik pengungsian. Dari 417.529 orang mengungsi tersebut terdiri dari 187.889 laki-laki dan 229.640 perempuan.

Sebaran pengungsi terdapat di Kabupaten Lombok Utara 178.122 orang (80.155 laki-laki, 97.967 perempuan), Lombok Timur 104.060 orang (46.827 laki-laki, 57.233 perempuan), Lombok Barat 116.453 orang (52.404 laki-laki,6 4.049 perempuan), dan Kota Mataram 18.894 orang (8.503 laki-laki, 10.391 perempuan).

“Pengungsi masih memerlukan bantuan mengingat belum semua distribusi bantuan lancar dan merata. Selain itu, diperkirakan mereka masih cukup lama akan berada di pengungsian sambil menunggu perbaikan rumah,” ucapnya.

Sementara itu data sementara kerusakan rumah hingga saat ini terdapat 71.962 unit rumah rusak. Masing-masing ada 32.016 rusak berat, 3.173 rusak sedang, dan 36.773 rusak ringan. Lalu terdapat 671 unit fasilitas pendidikan rusak. Masing-masing 124 PAUD, 341 SD, 95 SMP, 55 SMA, 50 SMK, dan 6 SLB.

Selain itu juga terdapat kerusakan 52 unit fasilitas kesehatan (1 RS, 11 puskesmas, 35 pustu atau puskesmas pembantu, 4 polindes atau pondok bersalin desa, 1 gedung farmasi), 128 unit fasilitas peribadatan (115 masjid, 10 pura, 3 pelinggih), 20 unit perkantoran, 6 unit jembatan, dan jalan-jalan rusak dan ambles akibat gempa.

Kerusakan dan kerugian yang diakibatkan gempa sangat besar. Sutopo mengatakan, tim dari Kedeputian Rehabiltasi dan Rekontruksi BNPB masih melakukan hitung cepat dampak gempa. Menggunakan basis data per 13 Agustus 2018, kerusakan dan kerugian akibat gempa di NTB mencapai Rp 7,45 triliun. Kerusakan dan kerugian ini meliputi sektor permukiman Rp 6,02 triliun, sektor infrastruktur Rp 9,1 miliar, sektor ekonomi produktif Rp 570,55 miliar, sektor sosial Rp 779,82 miliar, dan lintas sektor Rp 72,7 miliar. Sektor permukiman adalah penyumbang terbesar dari kerusakan dan kerugian akibat bencana yaitu mencapai 81 persen.

Angka itu menurut Sutopo masih akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya data dampak kerusakan yang masuk ke Posko. BNPB akan menghitung berapa besar kebutuhan yang diperlukan untuk pemulihan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.

“Pembangunan kembali akan dilakukan di 5 sektor yaitu sektor permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial dan lintas sektor. Tentu memerlukan triliunan rupiah. Tidak mungkin semuanya dibebankan pada pemerintah daerah. Sebagian besar pendanaan berasal dari pemerintah pusat. Bantuan dari dunia usaha dan masyarakat sangat diperlukan untuk pemulihan ini. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi akan dilakukan selama 2 tahun,” ucap Sutopo.

Ditambahkan Sutopo, masyarakat, Pemda NTB dan Pemda kabupaten/kota yang terdampak harus segera bangkit. Memang perlu waktu untuk memulihkan keadaan. Pemerintah pusat menurut Sutopo akan selalu mendampingi dan memberi bantuan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dijalankan. Dia berharap tragedi ini jadi pelajaran ke depan untuk membenahi NTB dari semua aspek.

“Luluh lantaknya kehidupan ekonomi dan pembangunan di Lombok memberi kesempatan kita untuk menata lebih baik. Tata ruang perlu ditata kembali menyesuaikan peta bahaya gempanya. Bangunan yang dibangun juga harus mengikuti standar konstruksi tahan gempa. Pariwisata sebagai andalan devisa bagi NTB juga harus ditata ulang. Wisatawan perlu dibekali pemahaman pengetahuan kebencanaan dan fasilitas kepariwisataan juga dikaitkan dengan mitigasi bencana agar wisatawan mendapat pengetahuan bencana. Hotel-hotel di pantai sekalian dapat dimanfaatkan sebagai shelter evakuasi saat ada peringatan tsunami dan kontruksinya tahan gempa. Masyarakat Lombok harus diedukasi dan disosialisasi terus menerus dengan ancaman bencana. Jadikan pendidikan kebencanaan sebagai mata pelajaran tambah atau muatan lokal yang wajib diikuti oleh semua siswa," papar Sutopo.

"Ini kesempatan kita untuk berbenah. Menata kembali kehidupan yang lebih baik dan aman. Jangan asal membangun karena suatu saat, entah puluhan atau ratusan tahun lagi, gempa akan dapat terjadi. Sebab gempa bumi memiliki periode ulang, yang akan kembali terjadi akibat adanya pergerakan lempeng atau sesar di bumi. Kita harus hidup harmoni dengan risiko bencana. Sebab Lombok memang daerah rawan bencana," sambungnya. (dtn)

Mungkin Anda juga menyukai