CALEG GOLKAR

7 Mantan Anggota DPRD Sumut Didakwa Terima Suap dari Gatot Pujonugroho, Pembagiannya Setiap Bulan Seperti Gajian…

Sidang eks anggota DPRD Sumut menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Rabu (28/11/2018). (dtn)

JAKARTA (medanbicara.com)- Tujuh orang eks anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) didakwa menerima uang suap ‘ketok palu’ dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. Uang suap tersebut dimaksudkan untuk pengesahan APBD Pemprov Sumut Tahun Anggaran 2012 sampai tahun 2015.

Tujuh eks anggota DPRD Sumut itu yakni Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, dan Analisman Zalukhu.

“Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji," ujar jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (28/11/2018).

Selain itu, uang suap tersebut agar Helmiati, Muslim Simbolon dan Sonny Firdaus menyetujui menarik usulan hak interpelasi tahun 2015. Jumlah uang yang diterima mereka berbeda-beda, Helmiati menerima uang Rp 495 juta, Muslim Simbolon menerima uang Rp 615 juta, dan Sonny Firdaus menerima uang Rp 495 juta.

Sementara itu, Arifin Nainggolan menerima uang Rp 560 juta, Mustofawiyah menerima uang Rp 480 juta, Sopar Siburian menerima uang Rp 480 juta, dan Analisman Zalukhu menerima uang Rp 970 juta. Mereka menerima uang tersebut secara bertahap.

Jaksa menyebut kasus suap ini bermula saat pimpinan DPRD Sumut Chaidir Ritonga, M Afan, Kamaluddin Harahap dan Sigit Pramono Asri melakukan pertemuan dengan Sekda Pemprov Sumut Nurdin Lubis dan jajaran Pemprov Sumut. Dalam pertemuan itu, Kamaluddin disebut minta uang ketok palu.

Untuk memenuhi permintaan itu, Gatot disebut jaksa minta Kabiro Keuangan Pemprov Sumut Baharuddin Siagian mengumpulkan uang tersebut dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

"Setelah Ranperda tentang LPJP APBD Sumut disetujui pimpinan dan anggota DPRD termasuk para terdakwa, kemudian di ruangan M Alinafiah (Bendahara Sekwan) atau di ruangan masing DPRD lainnya M Alfinafiah menyerahkan uang kepada para terdakwa," ucap jaksa.

Pada tahun anggaran 2013, jaksa menyebut Gatot memberikan uang ketok palu dalam bentuk proyek kepada DPRD Sumut. Akhirnya disepakati proyek senilai Rp 1 triliun diganti Rp 50 miliar untuk seluruh anggota DPRD itu.

"Pembagiannya melalui Bendahara Sekwan M Alinafiah agar seolah-olah anggota DPRD Sumut mengambil gaji dan honor lainnya setiap bulan," ujar jaksa.

Saat tahun anggaran 2014 dan 2015, jaksa menyebut pimpinan DPRD tersebut kembali bertemu jajaran Pemprov Sumut untuk minta uang ketok palu. Kamaluddin memberikan catatan rencana pembagian uang untuk dibagikan anggota DPRD termasuk para terdakwa. Uang yang dikumpulkan Gatot dari SKPD Sumut.

"Selain memberikan uang kepada para terdakwa, M Alinafiah juga memberikan uang kepada pimpinan dan anggota DPRD lainnya sesuai catatan pembagian uang yang diterima Randiman Tarigan (Sekwan Pemprov Sumut)," jelas dia.

Untuk persetujuan menarik hak interplasi, lanjut jaksa anggota DPRD mengajukan hak interplasi dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap Permendagri terkait evaluasi Ranperda Pemprov Sumut tentang APBD, dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran RAPBD Tahun 2014. Atas usulan tersebut, Gatot minta Ketua DPRD Sumut Ajib Shah menolak hak interpelasi.

"Dalam rapat pertemuan Gatot dengan beberapa fraksi, M Afan (Fraksi PDIP) menanyakan kepada Gatot Pujo mengenai jumlah uang yang akan diberikan kepada anggota DPRD Sumut untuk menolak usulan hak interpelasi," jelas jaksa.

Atas permintaan itu, jaksa menyebut Gatot akan memberikan kompensasi Rp 15 juta untuk masing-masing anggota DPRD itu yang termasuk Helmiati, Muslim Simbolon dan Sonny Firdaus.

Jaksa menyakini para terdakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 dan Pasal 64 ayat 1 KUHP. (dtn)

Mungkin Anda juga menyukai