CALEG GOLKAR

Dituduh Maling, 2 Pria Meregang Nyawa Dihakimi Massa di Unimed, Ini Pengakuan Keluarganya…

Kedua korban tewas saat di rumah sakit. (mdc)

MEDAN (medanbicara.com)– Dua pria Joni Pernando Silalahi (30) dan Stefan Samuel Hamonangan Sihombing (21), warga Jalan Tangkul I, Kelurahan Sidorejo, Kecamatan Medan Tembung, tewas diamuk massa di kawasan kampus Universitas Negeri Medan (Unimed), Selasa (19/2/2019). Keduanya dipukuli karena dituduh mencuri helm.

Ayah kandung Stefan, Poltak Sihombing (62) mengaku kecewa dengan pihak SPKT Polsek Percut Seituan ketika dia dan keluarga hendak membuat laporan.

“Kami disuruh pulang dan datang lagi besoknya,” katanya.

Dia mengaku mendapat kabar putranya dimassa setelah seorang mahasiswa mendatangi kediamannya. Saat itu Poltak pun langsung bergegas menuju Unimed. Namun sesampainya di sana sudah tidak ada orang.

“Informasi yang saya dapat, kondisi dia sudah koma di kantor Satpam. Waktu di rumah sakit sudah langsung masuk ICU,” bebernya.

Menurut Poltak, bungsu dari tiga bersaudara itu sepengetahuan dia tidak pernah berperilaku aneh semasa hidupnya.

“Dia orangnya baik, nggak pernah macam-macam. Terakhir Stefan kerja doorsmeer di rumah kita ini,” ungkapnya.

Poltak juga menuding bahwa mahasiswa Unimed yang melakukan aksi main hakim sendiri itu sudah seperti pembunuh. Karena menurutnya sebelum ini ada juga orang meninggal di situ.

“Cemanalah 9 kereta hilang di situ, kalau tidak ada dugaan bermain Satpam mana mungkin itu bisa terjadi. Rektornya harus bertanggungjawab,” tuturnya.

Poltak heran mengapa anaknya yang awalnya dituduh tidak ada STNK, kemudian dituduh mencuri sepeda motor. Bahkan Joni hingga menelepon istrinya yang sedang hamil untuk mengantarkan STNK dan BPKB ke Unimed.

Namun sesampainya di Unimed kondisi Stefan dan Joni sudah terkapar dikunci dalam Pos Satpam.

“Ini kan pembunuhan. Kalau dia mencuri kan ada polisi. Tapi ini STNK ketinggalan dituduh mencuri. Parahnya, saat sudah kritis, dituduh curi helm, kejam kali itu. Padahal si Joni itu kaya raya. Bapaknya toke bawang dan kalau mau beli kereta 10 pasti bisa,” ketus Poltak.

Masih kata Poltak, kejadian penganiayaan anaknya beserta temannya terjadi di dekat Fakultas Olahraga.

Pensiunan polisi yang terakhir bertugas 2015 di SPN Sampali itu tak menyangka putranya Stefan pergi begitu cepat dengan cara mengenaskan.

“Kalau bisa nyawa tukar nyawa. Tapi saya serahkan semua sama polisi. Seharusnya ke Percut Seituan, tapi lamban, makanya saya minta ke Polrestabes Medan,” imbuhnya.

Sementara itu, Sutan Silalahi abang sepupu Joni Pernando Silalahi, mengaku sangat terkejut dengan kabar tersebut.

Menurutnya, setiap hari Joni berjualan di pasar.

“Bisa dibilang, toke bawang lah di MMTC,” kata Sutan di rumah duka.

Sutan mengatakan bahwa keluarganya tidak bisa menerima peristiwa ini, apalagi adiknya itu dituduh sebagai pencuri sepedamotor.

Menurut Sutan, dari kabar yang diketahuinya, Joni dan Stefan sebenarnya mengendarai sepeda motor milik mertua, hanya saja pada saat itu memang tidak bisa memperlihatkan surat-surat kelengkapan mereka.

“Joni tak bisa menunjukkan surat-suratnya karena memang tidak dibawa,” ujarnya.

Soal main hakim sendiri yang dilakukan oleh pihak Satpam Unimed, Sutan mengaku tidak bisa menerima hal itu.

“Kita membuat LP ke Polsek Percut Seituan. Namun telah kita limpahkan ke Polrestabes Medan. Kita minta kasus ini diusut hingga tuntas,” tegasnya.

Sutan juga menjelaskan bahwa dia tidak sempat berjumpa saat sepupunya itu masih hidup.

“Waktu keluarga datang membawa BPKB kendaraan, dia sempat disembunyikan dan satu jam kemudian baru diketahui keberadaannya di Pos Satpam,” katanya.

Saat itu, Joni sudah tergeletak mengeluarkan darah. “Bisa dibilang dalam kondisi koma. Karena dia sudah tidak berdaya saat diangkat,” ungkapnya.

Joni dengan tegas menafikan tuduhan maling terhadap sepupunya itu.

“Dia (Joni) tidak bisa memperlihatkan surat STNK lantaran terbawa mertua yang sedang ke Penang. Dan waktu dia tidak bisa menunjukkan surat-suratnya sama Satpam, langsung dibilang maling,” pungkasnya.

Terpisah, M Surip selaku Humas Unimed ketika dihubungi kembali terkait tuntutan pihak keluarga, mengaku pihaknya menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada aparat hukum.

“Pak Rektor juga sangat menyayangkan hal ini bisa terjadi. Dan saat dapat laporan dari koordinator keamanan, beliau langsung instruksikan agar saya lapor ke polisi supaya cepat diatasi. Semoga ini tidak terjadi lagi di kampus,” ungkapnya. (mdc)

Mungkin Anda juga menyukai