CALEG GOLKAR

Ssst…Sepanjang Januari-Maret 2019 Komisi Kejaksaan Temukan 23 Jaksa Nakal

Komisioner Komisi Kejaksaan RI, Barita Simanjuntak. (eza)

MEDAN (medanbicara.com)-Komisi Kejaksaan RI mengklaim ada 23 jaksa diduga nakal pada periode Januari hingga Maret 2019. Namun, Komisioner Komisi Kejaksaan RI, Barita Simanjuntak tak merinci apa saja dugaan pelanggaran para jaksa nakal itu.

Meski begitu, Barita mengaku angka saat ini turun dari periode sama pada tahun lalu. Pria yang sempat menjadi aktivis kemahasiswaan GMKI era tahun 1998-2000 ini menyatakan jaksa nakal di Sumut bukan yang terparah di Indonesia. Masih ada Kejati Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta.

“Dari data kita sepanjang Januari-Maret (2019) itu ada 23 jaksa (nakal). April dan Mei belum direkap. Pelanggaran yang diduga mereka lakukan itu terbagi menjadi dua yakni kinerja dan sikap perilaku menurut pelaporan serta pengaduan yang kami terima,” kata Barita kepada wartawan, Rabu (29/5/2019).

Dijelaskannya, saat ini ke-23 jaksa tersebut telah diselidiki lebih lanjut oleh Asisten Pengawas (Aswas) Kejatisu untuk memastikan dugaan pelanggaran yang dilaporkan. Aswas diberi waktu selama 3 bulan untuk akhirnya memberikan keterangan resmi kepada Komisi Kejaksaan.

Jika dalam waktu 3 bulan Aswas tidak memberikan keterangan yang jelas soal investigasi ke-23 jaksa, Komisi Kejaksaan berencana memberikan rekomendasi mengenai nasib nama-nama jaksa tersebut.

“Pengawas internal mereka (Aswas) punya waktu selama 3 bulan. Kalau kita melihat setelah 3 bulan keterangan mereka tidak jelas, kita akan surati rekomendasi mengenai nasib mereka,” jelasnya.

Namun, Barita menerangkan proposisi dugaan pelanggaran di jajaran Kejatisu tidak bisa disamakan dengan Kejati lain. Jaksa dan jumlah Kejari di Kejatisu merupakan yang terbanyak dibandingkan daerah lain.

"Kejatiau ada 30 Kejari, sementara daerah lain hanya 23. Tidak bisa dibandingkan proporsinya," terangnya. Barita mengungkapkan tindak pelanggaran yang dilaporkan karena ulah ke-23 jaksa tersebut masih bersifat dugaan.

Ia mengklasifikasikan bahwa, dugaan pelanggaran di antaranya, lambat melakukan eksekusi, tidak jelas menyebutkan kerugian negara (pidsus), tidak jelas menentukan barang bukti, berpihak pada terdakwa, memaksakan perdata menjadi pidana, kemudian sikap perilaku meliputi jarang masuk kantor dan tidak disiplin. (eza)

Mungkin Anda juga menyukai