CALEG GOLKAR

Tragedi Maut Pemandian Air Panas, Firdaus Sitepu: Pemda Karo Jangan Hanya Rajin Memungut Retribusi…

Warga mengevakuasi korban di lokasi longsor. (ist)

KARO (medanbicara.com)-Tragedi ambrolnya tembok penahan tanah di objek wisata pemandian air panas Desa Semangat Gunung, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Sumut, Minggu (2/12/2018) sekira pukul 06. 00 Wib yang mengakibatkan 7 mahasiswa tewas dan 9 mengalami luka-luka menimbulkan pertanyaan.

Anggota DPRD Karo, Firdaus Sitepu dari Fraksi Golkar, Senin (3/12/2018) di kantornya mengaku, lemahnya pengawasan pemerintah daerah Kabupaten Karo menjadi penyebabnya tragedi tersebut. Pasalnya, petugas Pemda hanya rajin memungut retribusinya tetapi malas melakukan pengawasan atau membuat standar keselamatan tempat wisata. Bahkan tidak ada, atau minimnya keberadaan regu penolong dan emergency respond saat terjadi petaka.

“Jika di lihat dari aspek normatif, sejatinya sebagai konsumen jasa wisata. Wisatawan mempunyai hak yang amat mendasar terutama yang diakomodir oleh Undang-Undang (UU) No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Pasal 20 UU Kepariwisataan menegaskan bahwa setiap wisatawan berhak memperoleh informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata, pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar, perlindungan hukum dan keamanan, pelayanan kesehatan, perlindungan hak pribadi, dan perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisataan yang berisiko tinggi,”ujarnya, saat dimintai tanggapan terkait tragedi tersebut.

Relevan dengan itu, lebih lanjut dikatakan Firdaus, UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga menyebutkan bahwa konsumen (jasa pariwisata) berhak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar dan jujur. Yang mana hak untuk mendapatkan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan serta hak untuk mendapatkan pembinaan dan advokasi, bahkan hak untuk mendapatkan kompensasi dan ganti rugi. Pelaku usaha (pengelola tempat wisata) wajib memberikan rasa aman, selamat, dan nyaman bagi konsumennya sebagai pengguna jasa tempat wisata.

Namun demikian, aturan yang sudah bagus itu tak akan ada artinya jika penegakan hukum juga memble. Oleh karenanya, kepolisian dan aparat terkait lainnya, jangan setengah hati memproses kasus kecelakaan yang merenggut korban jiwa. Proses pemidanaan terhadap pelaku sangat diperlukan untuk memberikan efek jera (detterent effect). Cuma, proses pemidanaan itu jangan hanya menjerat petugas lapangan saja. Polisi harus berani menjadikan pihak pengelola (managemen) sebagai pelaku pidana.

Karena terjadinya kecelakaan, selain karena faktor human error, juga dipicu oleh management error pihak pengelola. Sangat tidak adil kalau yang diproses secara pidana hanya petugas lapangan pemda yang hanya rajin memungut retribusi. Sementara pihak managemen dibiarkan melenggang-kangkung. Pemda pun harus tegas dalam pemberian sanksi (administratif) kepada pengelola.

“Maka dari itu, pihak kepolisian diharapkan mengusut tuntas siapa yang bertanggungjawab dengan insiden ini. Karena ini soal nyawa loch, tujuan berlibur malah berakhir dengan insiden. Jika memang kecelakaan wisatawan disebabkan oleh kelalaian pengelola tempat wisata. Maka pengelola tempat wisata dapat digugat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) yang dalam konteks perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hal ini menyangkut kewajiban hukum dari pengelola tempat wisata untuk menyelenggarakan pariwisata yang aman bagi wisatawan,”tegasnya.

Oleh karena itu, guna menghindari jatuhnya korban massal di tempat wisata. Semua pihak sebaiknya melakukan beberapa langkah antisipatif seperti mengecek ulang fasilitas yang tersedia di tempat wisata, terutama menyangkut kelayakan dan keandalannya. Intensifkan pengawasan oleh petugas Pemda Karo. Jika diperlukan, lakukan pengujian terhadap berbagai fasilitas yang disediakan di tempat wisata. Bahkan, sudah seharusnya Pemda membuat standar keselamatan di tempat wisata.

“Yang wajib dilakukan pengelola tempat wisata yaitu memperbarui rambu-rambu peringatan (warning) terutama yang berpotensi menimbulkan bahaya. Dengan memberikan rasa nyaman, aman dan selamat bagi wisatawan adalah nilai lebih bagi destinasi wisata. Tanpa hal itu, jangan harap sektor kepariwisataan di Indonesia khususnya Tanah Karo yang terkenal dengan objek wisatanya akan berkembang,” tandas Firdaus lagi.

Jadi, jangan harap dapat menjaring wisatawan, yang ada pun bakal lari tunggang langgang. Sebab pengunjung atau wisatawan, tak ingin mati konyol hanya karena ketidaklayakan infrastruktur di destinasi wisata. Pengelola destinasi wisata jangan hanya mengeruk untung belaka, bahkan mengeksploitasi wisatawan, tanpa mengedepankan pelayanan prima, baik dari sisi kenyamanan, keamanan dan bahkan keselamatan. Perlakukan wisatawan sebagai konsumen destinasi wisata secara manusiawi dan beradab. (ita)

Mungkin Anda juga menyukai