CALEG GOLKAR

Kerusuhan di Karo ‘Didalangi’ Perangkat Desa dan Anggota DPRD Karo

MEDAN (medanbicara.com) – Kerusuhan antara warga Desa Lingga dengan personel Polres Tanah Karo, perlahan mulai terungkap.

Ternyata, amarah warga Desa Lingga itu didalangi oleh oknum perangkat desa yang dibantu juga oknum anggota DPRD Karo.

Relokasi Mandiri yang diperuntukkan kepada pengungsi erupsi Gunung Sinabung ini mengartikan, kalau setiap pengungsi diberikan kebebasan memilih tempatnya.
Pemilik Lahan yang di tempat kericuhan, Verawanta boru Surbakti membantah, jika dirinya merupakan pengembang untuk pembangunan relokasi tersebut.

Dia menyebut, areal relokasi Mandiri tahap II seluas 5 hektar itu, dibuatnya untuk penjemuran kopi. Kebetulan, sanak keluarganya bertani kopi. Sehingga, lahan itu dibuatnya untuk penjemuran kopi.

"Di sini perlu saya jelaskan. Saya pemilik lahan, bukan pengembang. Lalu ada pengungsi (Gunung Sinabung) datang kepada saya, mau beli tanah. Tanah milik saya straregis, tiga menit dari kota dan berada di pinggir jalan," kata Verawanta didampingi Kuasa Hukumnya, Pramudia Tarigan kepada wartawan di Medan, Selasa (9/8).

Dia menegaskan, tidak ada sangkut pautnya dengan Program Relokasi Mandiri tersebut.

"Saya hanya menjual tanah, dari yang lainnya pun kalau mau beli, silahkan. Saya jual Rp25 juta per kavling dengan ukuran 5x15 meter," tambah Verawanta.

Dia menyebut, Januari 2016 lalu, tanah itu dibelinya. Ternyata, setelah didata, 90 persen pengungsi Gunung Sinabung memilih membeli tanah milik Verawanta. Bahkan, menurutnya, Tim Pendamping Nasional (TPN) bersama pengungsi, juga sudah melihat lokasi lahannya. Namun hingga kini, para pengungsi belum ada menyerahkan uang kepada Verawanta.

"Panjar dan ikatan tertulis pun belum ada. Saya belum ada terima uang mereka. Beko itu saya yang sewa dan ada juga dari sepupu. Adik saya langsung yang menyewa itu," tambah Verawanta.

Menurutnya, 90 persen pengungsi Gunung Sinabung memilih areal lahannya karena telah dibuat akses jalan, pasar tradisional, lahan jambur, gereja dan masjid.

Dia membeberkan, kerusuhan itu terjadi karena dipengaruhi oleh oknum perangkat desa. Seperti, Sekretaris Desa Lingga Lotta Sinulingga, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Lingga Pelita hingga anggota DPRD Tanah Karo dari Fraksi PDI-Perjuangan, Martin Luter Sinulingga.

"Mereka itu semuanya ada hubungan keluarga," kata Verawanta.

Dia mengurai, awalnya tidak ada masalah di lahan miliknya tersebut. Pada dasarnya, setelah bermusyawarah, semua pengungsi Gunung Sinabung menyatakan setuju. Namun, kata Verawanta, sekira April lalu, Mustafa Tarigan selaku anggota BPD Lingga datang menemui dirinya.

Kepada Verawanta, Mustafa mengaku diutus oleh Ketua BPD Lingga, Pelita, untuk meminta bagian lahan.

"Karena enggak saya kasih, dia mengancam. Dia (Mustafa) bilang, akan ada penolakan dari masyarakat. Sampai pada akhirnya ada pasang spanduk," katanya.

Selanjutnya, setelah ada pemasangan spanduk, riak-riak masyarakat pun muncul yang menyatakan penolakan relokasi mandiri tahap II tersebut. Buntutnya, terjadi pemagaran di areal tanah milik Verawanta.

Melihat ada pemagaran di tanah miliknya, Verawanta mengambil langkah persuasif. Dirinya mencoba menyuruh perangkat desa untuk mencabut pagar tersebut. Namun karena terlalu dalam, Verawanta pun mengerahkan alat berat.

Kedatangan alat berat itu tampak menyulutkan provokasi oknum perangkat desa. Menurut Verawanta, dirinya didatangi oleh masyarakat secara ramai-ramai. Bak orang demo menggeruduk kantor instansi pemerintahan.

Menurut dia, Pelita dan Lotta yang memimpin langsung aksi pemagaran tersebut. Padahal, sesal dia, hal tersebut sejatinya tak perlu dilakukan. Mengingat lahan itu miliknya.

"Pelita dan Lotta yang memimpin di sini aksi pemagaran. Sekitar 70 orang datangi saya, saya pun merasa terganggu," tambahnya.

Selain oknum perangkat desa, anggota DPRD Tanah Karo dari Fraksi PDI-Perjuangan bernama Martin Luter Sinulingga, juga turut meminta bagian jatah sama Verawanta.

"Anggota DPRD juga nelpon saya setelah kejadian demo. Dia mau beli lahan saya setengahnya, tapi enggak saya kasih," sebutnya.

Pramuda Tarigan selaku Kuasa Hukum Verawanta menambahkan, pemagaran itu tak sesuai aturan. Pasalnya, tanah itu sudah dibeli dan dibayar lunas oleh Verawanta.

"Mereka pagar menghalangi akses jalan ke satu dengan yang lainnya. Di tengah dibelah dipagar, tanpa seiizin. Kita tidak magar. Oknum tak bertanggungjawab yang atas namakan warga yang magar. Enggak tahu kita apa dasarnya keberatan. Lahannya seluas 17-18 hektar punya klien kita ini," sebutnya.

Dikonfirmasi, anggota BPD Lingga, Mustafa Tarigan membantah jika diutus oleh Pelita untuk meminta bagian lahan kepada Verawanta. Dirinya mengaku hendak membeli lahan milik Verawanta.

"Enggak ada itu (minta bagian). Saya mau beli. Cuma enggak yang bagus lagi kata dia (Verawanta)," sebut Mustafa.

Dia menyebut, Verawanta menjual tanahnya seharga Rp120 juta perkavlingnya. Kata Mustafa, kejadian itu merupakan spontanitas.

"Yang memagari, kita semua. Alasannya, jalan Desa Lingga tertutup. Kemudian datang si Vera ngakunya milik dia. Sementara kita pemerintah desa tahu persis, itu milik masyarakat. Saya enggak ada hubungan keluarga sama Pelita Sinulingga," tandas Mustafa. (emzu)

Mungkin Anda juga menyukai