CALEG GOLKAR

Wakil Walikota Kota Pimpin Rapat Manajemen Pengendalian dan Sinkronisasi Penanggulangan Banjir, Ini Hasilnya…

Wakil Walikota Medan, Ir H Akhyar Nasution, MSi saat memimpin rapat Manajemen Pengendalian dan Sinkronisasi Penanggulangan Banjir Kota Medan, di Ruang Rapat I Kantor Walikota Medan, Jumat (19/10). (ist)

MEDAN (medanbicara.com)-Guna menciptakan sinergitas dalam penanggulangan banjir, berbagai pemikiran, baik secara empirik maupun akademik haruslah disatukan untuk melahirkan rencana aksi dan konsep yang sama, sehingga hasil diperoleh benar-benar optimum.

Oleh karena itu Pemko Medan mengundang berbagai narasumber yang berkompeten untuk mencari solusi terbaik untuk permasalahan banjir di Kota Medan.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Walikota Medan, Ir H Akhyar Nasution, MSi saat memimpin rapat Manajemen Pengendalian dan Sinkronisasi Penanggulangan Banjir Kota Medan, di Ruang Rapat I Kantor Walikota Medan, Jumat (19/10).

Wakil Walikota mengatakan, melalui rapat ini akan menjadi wadah menyinkronkan kerja yang selama ini dilaksankan dan juga tempat berkoordinasi rencana kerja mendatang. Karena ke depan akan ada tindakan nyata dan berfokus pada pembenahan terhadap Sungai Sikambing dan Sungai Babura.

“Dengan melibatkan seluruh stake holder dan narasumber yang berkompeten di bidang akademisi dan praktisi tentunya kita akan mendapatkan kajian serta rekomendasi yang lengkap dalam mengambil langkah-langkah untuk menaggulangi banjir di Kota Medan,” ujar Akhyar.

Rapat diawali dengan pemaparan Kadis PU Medan, Ir Khairul Syahnan tentang upaya penanganan banjir di Medan. Di antaranya normalisasi drainase atau anak-anak sungai yang ada di Medan, pembersihan endapan-endapan dalam saluran eksisting yang ada, pembangunan drainase primer maupun sekunder untuk mendukung drainase yang sudah ada, membuat database/gorong-gorong dan program rehabilitasi/pemiliharaan talut, serta berbagai studi kelayakan kolam retensi.

Dalam rapat itu juga dikemukakan soal sungai-sungai yang mengaliri Medan dan berisiko menciptakan banjir di kawasannya. Di antaranya genangan Simpang Gatot Subroto dan Helvetia serta Sungai Babura dengan kawasan genangan air kampus USU I & II, Dr Mansyur, dan Padang Bulan.

Menurut Kepala Badan Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II, Roy Panagon Pardede, penanganan sungai ini bisa dilakukan dengan normalisasi dan pembuatan tanggul. Salah satu hambatan adalah adanya pemukiman warga di pingiran sungai. Untuk itu, diperlukan langkah pembebasan lahan.

Menanggapi hal ini, pakar penataan kota, Budi D Sinulingga mengatakan, soal pembebasan lahan ini sudah lama dibicarakan. Namun, sampai sekarang belum ada langkah kongkret.

“Saya menyarankan agar pembebasan lahan itu menggunakan pendekat sosial yang melibatkan pegiat-pegiat sosial,”ungkapnya.

Rapat ini menghasilkan keputusan pembentukan tim yang terdiri dari BWS, Pemprovsu, dan Pemko Medan yang memiliki kesatuan konsep dan langkah menanggulangi banjir akibat luapan Sungai Sikambing dan Babura, serta menunjuk Plh Kepala Bappeda Medan, Ir Wirya Al Rahman, untuk memimpin tim tersebut.

Rapat yang berlangsung di ruang rapat I kantor Wali Kota Medan itu diikuti Kepala Badan Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II Roy Panagon Pardede, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Ir Khairul Syahnan, juga perwakilan dari Pemprovsu. Selain itu, dalam memimpin rapat itu Wakil Wali Kota juga turut didampingi Sekda, Ir Wiriya Al Rahman, MM, yang juga merupakan Plh Kepala Bappeda Medan. Rapat ini juga menghadirkan para pakar yakni Budi D Sinulingga, Makmur Ginting, dan Johanes Tarigan.

Plh Kepala Bappeda, Ir Wirya Al Rahman, MM mengajak semua pihak terkait untuk menghadap kepada pemerintah pusat dengan memaparkan persoalan serta konsep penyelesaian yang komprehensif.

Dia mengatakan, pemerintah pusat akan mendengar dan merespons positf jika Pemko, Pemprovsu, dan BWS sudah sepakat dan satu pemikiran dalam menanggulangi persoalan pembebasan lahan dan normalisasi sungai ini.

Menambahi itu, Makmur Ginting, akademisi dari USU yang juga pernah menjadi birokrat mengatakan, untuk penanggulangan banjir ini semua harus menghilangkan ego sektoral.

“Sesungguhnya yang harus jadi pegangan adalah batas hidrologi, bukan batas administrasi,” tandasnya. (rel/kom)

Mungkin Anda juga menyukai