Jaksa Tak Hadir Sidang Prapid, Kejatisu Dinilai Tak Taat Hukum
Medan (medanbicara.com) – Praperadilan (Prapid) mantan Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Sumatera Utara (Sumut) Bambang Pardede ditunda. Sebab, jaksa Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) sebagai termohon tak hadir.
“Hari ini kami datang ke pengadilan untuk memenuhi panggilan sidang dari pengadilan untuk sidang praperadilan Bambang Pardede. Kami mengajukan prapid ini kepada Jaksa Agung cq Kajatisu karena proses yang dilakukan sangat bertentangan dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Raden Nuh selaku penasihat hukum (PH) mantan Kadis BMBK Sumut Bambang Pardede, Senin (2/9/2024).
Raden Nuh menambahkan, tidak hadirnya jaksa selaku termohon atas panggilan Pengadilan Negeri (PN) Medan untuk sidang prapid mantan Kadis BMBK Sumut tersebut merupakan bentuk tidak taatnya dengan hukum.
“Kalau tidak datang sudah ada panggilan, tanpa ada alasan tadi kata hakim. Artinya apa? Hadir atas panggilan pengadilan itu merupakan hal wajib, kita aja datang. Anda bayangkan Kejatisu yang namanya aparat negara diundang oleh pengadilan tidak datang, tanpa alasan. Artinya mereka tidak taat hukum,” tambah Raden.
Dia juga mengomentari terkait jadwal prapid yang sangat lama di PN Medan. Padahal pada saat dia mengajukan prapid, Ketua PN Medan sudah melakukan penetapan untuk majelis hakim.
Sehingga, menurutnya lamanya jadwal sidang prapid tersebut membuat tertundanya keadilan bagi Bambang Pardede.
“Sidang prapid hari ini harusnya ditetapkan minggu lalu, kita ajukan inikan tanggal 23 Agustus lalu. Pada hari yang sama Ketua PN Medan telah menetapkan hakimnya. Harusnya tanggal 26 atau 27 Agustus udah sidang kita dan harusnya hari ini udah putus. Tetapi dibikin terlalu jauh dengan alasan yang kami kira tidak dibenarkan secara hukum sehingga akhirnya tertunda keadilan bagi pak bambang ini. Keadilan yang tertunda itu adalah sama aja dengan menutup pintu keadilan,” pungkas Raden Nuh.
Dia menjelaskan, pada saat mantan Kadis BMBK Sumut itu dijadikan tersangka, Raden langsung melakukan protes terhadap Kejatisu. Pada saat itu, kata Raden, dirinya mendapatkan laporan dari mantan Kadis BMBK Sumut Bambang Pardede adanya ancaman dari seorang jaksa di Kejatisu bernama Bambang Winanto.
Ancaman tersebut agar Bambang Pardede tidak mengajukan prapid atas penetapan tersangka dirinya. Mendengar laporan tersebut, Raden Nuh langsung mendatangi jaksa bernama Bambang Winanto.
“Pada saat pak Bambang ditersangkakan, kemudian saya datang kesana lalu saya protes kepada mereka dan saya dapat laporan dari pak Bambang bahwa dia diancam oleh jaksa bernama BW,” jelas Raden.
“Lalu langsung saya tanya kepada Bambang Winanto jaksa pada saat pemeriksaan di Kejatisu. Dia (BW) bilang sama pak Bambang Pardede jika anda ajukan prapid dan anda menang, anda tetap akan kami habisi di penuntutan,” ucap Raden Nuh.
Terkait penetapan tersangka Bambang Pardede, lanjut Raden, seharusnya Bambang Pardede tidak bertanggungjawab atas dugaan korupsi tersebut. Sebab, Bambang Pardede disebutkan oleh Raden Nuh merupakan seorang Pengguna Anggaran (PA).
“Beliau sebagai pengguna anggaran, undang-undang itu sudah jelas. Secara administratif, selaku Pengguna Anggaran telah sepenuhnya ia limpahkan kewenangan kepada kuasa pengguna anggaran, maka itu menjadi wewenang kuasa pengguna anggaran. Maka jika dianggap ada penyimpangan pun di dalam pelaksanaan, maka itu bukan tanggungjawab dari pengguna anggaran,” tandas Raden.
Sebelumnya, Raden Nuh menuturkan bahwa dia sangat merasa aneh atas perkara yang menjerat Bambang Pardede. Sebab, yang menghitung kerugian negara pada dugaan korupsi tersebut bukanlah dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) melainkan seorang akuntan publik.
Lebih parahnya, sambung Raden, penghitungan kerugian negara terhadap proyek peningkatan kapasitas jalan provinsi Parsoburan-Batas Labuhan Batu Utara (Labura) di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) baru dilakukan pada juli 2024, 3 tahun setelah proyek tersebut selesai di tahun 2021.
“Pekerjaan peningkatan jalan itu sudah serah terimakan, pada akhir tahun 2021.
Mana ada pekerjaan dibuat tahun 2021 baru diperiksa tahun 2024. Itu jalan udah dipakai tiga tahun. Akuntan publik membuat laporan hasil pemeriksaan adanya perbedaan dari volume pengerjaan dari yang tercantum lalu katanya ada kurang Rp 5 miliar,” ujarnya.
“Sementara itu sudah ada laporan BPK no.81/LHP/VIII.MDN/12/2021 tidak ada masalah, tidak ada temuan atas proyek dalam perkara ini. lalu kok berani akuntan publik mengatakan adanya kekurangan sebesar Rp. 5 miliar. Artinya, akuntan publik tersebut menafikan hasil pemeriksaan dari BPK,” tegas Raden Nuh.
Maka dari itu, kuasa hukum Bambang Pardede tersebut menyimpulkan perkara dugaan korupsi tersebut yang membuat terseretnya Kadis BMBK Sumut Pardede merupakan hal yang sangat direkayasa dan jelas kriminalisasi.
“Berangkat dari hal tersebut, saya udah curiga dari awal, saya lihat LHP BPK-nya tidak ada kerugian negara disitu. Maka dari itu Perkara ini benar-benar direkayasa,” tutupnya.
Diwaktu yang sama, Kajatisu Idianto saat dikonfirmasi apa alasan ketidakhadiran dan oknum jaksa yang diduga melakukan ancaman kepada Bambang Pardede untuk tidak melakukan prapid, belum juga memberikan komentar hingga berita ini ditayangkan. (Rez)