CALEG GOLKAR

Defisit Di BPJS Kesehatan Diduga Lebih Banyak Membiayai Operasional

BPJS Kesehatan defisit, diduga karena lebih banyak biaya operasional dari pada melayani peserta BPJS Kesehatan/net

MEDAN (medanbicara.com)-Besaran defisit yang dialami Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencapai hingga Rp 9 triliun diduga karena lebih banyak membiayai operasional dari pada melayani masyarakat.

Pengamat Sosial Pembangunan dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Mujahiddin mengatakan, agar defisit yang dialami BPJS Kesehatan ini tidak serta merta dijadikan alasan untuk menaikkan iuran (premi).

“Kalau memang penyebab defisitnya adalah premi yang rendah, lalu apa kualitas pelayanan bisa ikut naik. Kita tahu BPJS itu defisit, tapi harus dicari akar penyebab defisitnya,” sebutnya kepada wartawan di Medan, Kamis (2/11).

Menurutnya, defisit itu bisa terjadi, bukan hanya difaktori oleh iurannya saja yang rendah. Melainkan, juga kualitas dari kemauan masyarakat untuk membayar premi yang juga ikut rendah.

“Kenapa kualitas pembayaran rendah, itu karena kualitas layanan yang diberikan juga rendah. Jadi ini memang semacam rentetan,” ujarnya.

Mujahiddin menilai, harusnya dalam mengatasi defisit ini, hal yang terlebih dahulu dinaikkan adalah kualitas layanan baru bisa menagih premi yang memadai. Sebab, hal ini merupakan efek bias dari kualitas layanan dan minat masyarakat untuk membayar premi mereka.

Karena, lanjutnya, sistem yang dibangun pada BPJS ialah agar semua orang punya layanan kesehatan.

Ia mencontohkan, jika ada 100 orang ikut BPJS dan ada 10 orang yang sakit, maka 90 orang lainnya akan menutupi biaya pelayanan kesehatan tersebut.

“Logikanya kan nggak semua sakit. Harusnya, negara untung, karena semua sudah ikut dan semua sudah bayar,” jelasnya.

Akan tetapi, dengan terus-terusannya BPJS Kesehatan mengalami defisit, Mujahiddin beranggapan harusnya dilakukan evaluasi. Bisa jadi, hal ini dikarenakan tata kelola BPJS yang tidak baik.

“Pertanyaannya, defisitnya ini dimana. Ini yang tidak jelas sehingga harus ditelusuri. Sekarang BPJS akuntabel tidak membuat laporan. Jangan-jangan defisitnya itu diduga karena lebih banyak membiayai operasional ketimbang pelayanan,” tegasnya.

Begitupun Mujahiddin, menyatakan, pemerintah harus bisa berperan mendongkrak pendapatan baru untuk menutupi defisit tersebut. Bagaimana bisa memperoleh pemasukan dari premi dan bagaimana agar orang bisa ikut daftar menjadi peserta kemudian mau membayar setiap bulan.

“Berapa banyak perusahaan yang sudah mendaftarkan pegawainya ke BPJS. Itu kan harus di cek, karena bisa menjadi sumber potensial pendapatan yang bisa dikerahkan, seperti BUMN dan BUMD pakai BPJS tidak karyawannya. Sebenarnya pemerintah punya jaminan itu, karena BPJS adalah institusi punya pemerintah,” tandasnya. (Fatimah)

 

Mungkin Anda juga menyukai