Asahan (medanbicara.com)-Kuasa hukum Sutanto alias Ahai meminta Kepolisian Republik Indonesia, khususnya Polres Asahan, segera memeriksa Julianty, SE terkait dugaan pemalsuan akta otentik dalam perkara pemecahan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah di Desa Asahan Mati, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.
Kuasa hukum Johansen Simanihuruk, SH, MH, menjelaskan bahwa kliennya telah melaporkan Julianty ke Polres Asahan sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/B/271/IV/2025/SPKT/POLRES ASAHAN/POLDA SUMATERA UTARA tertanggal 15 April 2025. Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 266 ayat (1) dan/atau (2) KUHP.
“Julianty diduga memberikan keterangan palsu dalam pengajuan pemecahan SHM No. 74 atas namanya ke Kantor Pertanahan Kabupaten Asahan. SHM tersebut kemudian dipecah menjadi empat sertifikat: SHM No. 482, 483, 484, dan 485,” jelas Johansen, Jumat (9/5/2025).
Ia menambahkan, keempat sertifikat baru tersebut diterbitkan pada 31 Januari 2024, padahal objek tanah dalam SHM No. 74 sedang dalam sengketa di pengadilan. Hal itu telah diputuskan dalam perkara perdata melalui Putusan Pengadilan Negeri Tanjungbalai No. 8/Pdt.G/2023/PN-Tjb, dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 474/PDT/2023/PT-MDN, dan diperkuat lagi dengan Putusan Mahkamah Agung RI No. 736 K/PDT/2024.
Putusan MA menyatakan bahwa para penggugat, termasuk Sutanto selaku Penggugat I, adalah pemilik sah atas tanah SHM No. 74 seluas 17.187 m². Namun, menurut Johansen, Kantor Pertanahan Kabupaten Asahan tetap memproses permohonan pemecahan oleh Julianty, yang dalam perkara perdata itu berstatus sebagai Tergugat II.
“Padahal Kantor Pertanahan juga menjadi Tergugat V dalam perkara tersebut. Ini membuktikan adanya kelalaian serius, bahkan dugaan persekongkolan antara terlapor dengan pihak BPN,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa tindakan Kantor Pertanahan tersebut melanggar Pasal 5 Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, yang menyatakan bahwa tanah bersengketa tidak boleh dipecah atau dialihkan haknya sebelum sengketa selesai di pengadilan.
Johansen mendesak Polres Asahan segera memproses laporan, memanggil pihak-pihak terkait, dan meminta data atau dokumen “warkah” atas SHM No. 74 yang telah dipecah, agar perkara ini bisa diusut secara tuntas dan terang.
Sementara itu, Sutanto alias Ahai juga berharap polisi segera memeriksa, bahkan menangkap Julianty jika terbukti melakukan pemalsuan, serta mengusut dugaan keterlibatan oknum BPN Asahan.
Secara terpisah, Ketua Umum DPP LSM Gerakan Masyarakat dan Mahasiswa Anti Korupsi (GEMMAKO) Asahan, Dodi Antoni, serta Ketua Umum DPP Persatuan Mahasiswa Seluruh Indonesia (PERMASI) Asahan, Muhammad Seto Lubis, mendesak Kapolda Sumut dan Kapolri turun tangan.
“Kami meminta kepada Kepala BPN Provinsi Sumut dan pusat agar menindak tegas jika ada oknum BPN Asahan terindikasi menerima gratifikasi,” kata Dodi.
Keduanya menegaskan akan terus mengawal dan memonitor kasus ini. Jika tuntutan mereka tidak direspons, mereka siap menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di kantor BPN Provinsi Sumut dan Polda Sumut.